KARAWANG, RAKA – Enam kawasan industri, 1.762 pabrik, nilai investasi Rp15,12 triliun, ternyata belum cukup untuk mengentaskan pengangguran di Kabupaten Karawang.
Banyak anak muda yang mengaku susah mendapatkan pekerjaan, meski tak jauh dari tempat tinggalnya berderet pabrik di kawasan industri. Yudi Ardian (18) misalnya, warga Kelurahan Nagasari, Kecamatan Karawang Barat ini, sudah pekerjaan sehari-harinya mencari informasi lowongan kerja.
Namun menurutnya, tidak mudah untuk mencari pekerjaan. Usaha untuk mendapatkan pekerjaan dengan langsung mendatangi kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang, bukan baru pertama kali dilakukannya. Yudi juga mengaku sudah sering mengikuti tes lowongan kerja yang dibuka di Kantor Disnakertrans. “Lagi cari info lowongan kerja saja. Saya sudah sering banget cari informasi loker tapi belum ada yang keterima,” ujarnya yang ditemui radar Karawang di kantor Disnakertrans.
Berdasarkan data dari Disnakertrans Kabupaten Karawang, jumlah pengangguran di Karawang sempat menjadi yang terbanyak di Jawa Barat. Namun, tahun ini sedikit berkurang menjadi 102 ribu pengangguran. Terbanyak ketiga setelah Bogor dan Bekasi. “Jumlah pengangguran tahun ini 102 ribu orang atau sekitar 9,05 persen,” kata Kepala Disnakertrans Kabupaten Karawang Karawang Ahmad Suroto kepada Radar Karawang, Senin (18/11).
Dikatakannya, angka 102 ribu pengangguran di Karawang itu sudah turun beberapa persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun lalu, jumlah pengangguran mencapai 9,5 persen dari jumlah penduduk. “Tapi sekarang sudah turun jadi 9,05 persen dan tidak tertinggi lagi. Sekarang urutan ketiga setelah Bogor dan Bekasi,” katanya.
Suroto menuturkan, tingginya angka pengangguran di Karawang, karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan serapan tenaga kerja. Setiap tahun jumlah angkatan kerja kurang lebih 28 ribu orang. Dari 28 ribu lulusan SMA/SMK, hanya 6 ribu sampai 7 ribu yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Sementara serapan tenaga kerja dalam setahun hanya lima ribu orang. “Angkatan kerja 21 ribu setelah dikurangi yang kuliah. Tapi yang PHK dan yang putus kontrak itu banyak. Kalau serapan dalam setahun sampai 20 ribu orang. Tapi tidak hanya dari angkatan kerja baru, tetapi dari korban PHK dan putus kontrak. Jika dirata-ratakan dari angkatan kerja baru, itu hanya 5 ribu yang terserap dalam setahun,” tuturnya.
Dia melanjutkan, penanganan pengentasan pengangguran tidak bisa hanya melalui Disnakertrans. Tetapi perlu ada keterlibatan dari dinas atau intansi lain untuk memberikan solusi. “Kalau hanya ke Disnaker sulit. Karena serapan juga terbatas. Makanya perlu dari Disperindag, koperasi dan dinas-dinas lain. Semisal diarahkan untuk wirausaha,” ucapnya. (nce)