HEADLINEKARAWANG

Aku tak Ingin Lenyap Ditelan Gelap

Seperti angin menembus malam
Ia tak henti-henti menyerbu alam
Dikala fajar memaksa tumbuh
Bulan yang perlahan berpulang
Udara yang semakin membekukan rusuk

Aku tak ingin lenyap ditelan gelap
Ia berkata aku akan mati padanya
Pohon beriringan menari dalam kepalsuan
Aroma wangi yang semakin mengutuk mental
Hanya bibir yang berucap tanpa arah
Menunggu tibanya keajaiban Tuhan

Malaikat bertopeng telah tiba, diantara deras sungai
Di mana Tuhan melepaskan tanganNya
Hanya mereka yang hancur diikat ketakutan, akankah yakin semua akan berakhir
Kini aku telah lahir, bunga mekar yang indah.

Puisi berjudul Bunga, itu ditulis di Gunung Burangrang tanggal 11 November 2018 oleh Alief Rindu Arrafah (19), mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) yang menjadi salah satu korban meninggal dunia di Gua Lele, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Minggu (22/12) malam.

Selepas kepergiannya yang tak terduga, puisi yang ditulis Alief satu tahun lalu ini beredar di sosial media. Bukan tanpa alasan, puisi ini seolah menceritakan kejadian nahas yang menimpanya. Ya, Alief memang diketahui gemar menulis puisi yang indah, barangkali kesan baik itulah yang akan dikenang oleh orang-orang yang ditinggalkannya.

Salah satu dosen FKIP Sahlan Mujtaba, mengenal mendiang Alief sebagai sosok yang produktif berkarya, salah satunya ialah puisi. Dikatakannya, Jumat lalu Alief masih mengikuti diskusi sastra, mendiang memang rajin mengikuti kegiatan tersebut sejak selama semimggu ini. Sahlan sendiri menganggap puisi yang dibuat mendiang sangat menggetarkan hati, terutama setelah kejadian ini. “Malaikat bertopeng telah tiba, diantara deras sungai dimana Tuhan melepaskan tangannya,” ucap Sahlan membacakan petikan puisi Alief.

Dosen yang mengampu mata kuliah teori sastra ini juga mengenal sosok Alief yang selalu duduk di bangku depan dalam perkuliahan. Alief juga dikenangnya sebagai sosok yang banyak bertanya dan berkomentar. “Kesan mendalam, dia cukup mengkritisi, bagi saya itu hal yang cukup jarang ada pada mahasiswa sekarang,” tuturnya.

Bukan hanya itu, Alief juga dikenalnya sebagai mahasiswa yang menghormati dosen. Hal itu tak lepas karena sikapnya yang selalu mencium tangan dosen dalam berbagai kesempatan. Sahlan kadang segan diperlakukan seperti itu, dan tak jarang meledek Alief karena sikapnya. “Ya dia hanya tertawa saja,” ungkapnya.

Kesan mendalam juga diungkapkan oleh teman dekat Alief, Risma Widia yang merupakan mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), jurusan yang sama dengan Alief. Ia mengenang Alief sebagai sosok kawan yang menyenangkan. Baginya, Alief adalah orang yang mau mendengarkan dan mengerti kehidupan orang lain. “Dia mau membantu mimpi teman-temannya,” kenangnya.

Risma menambahkan, Alief memang dikenal gemar menulis karena mendiang memang hobi membaca. Selain itu, Alief juga sosok pribadi yang hebat dan mempunyai mimpi yang tinggi. Diceritakannya, Alief sempat mengatakan cita-citanya untuk menjadi guru. “Dia ingin duduk di depan murid-muridnya sendiri,” pungkasnya. (cr5)

Related Articles

Back to top button