Camat Non Pemerintahan Didepak
KARAWANG, RAKA – Ini kabar tidak enak bagi camat yang ijazah sarjananya bukan lulusan Ilmu Pemerintahan. Sebab Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mensyaratkan posisi camat hanya boleh diisi PNS, yang memiliki ijazah pemerintahan atau sertifikat profesi kepamongprajaan. Hal itu jelas tertuang dalam pasal 224 ayat 2 dan 3, yang berbunyi “Bupati/wali kota wajib mengangkat camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan, dan memenuhi persyaratan kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sementara pada ayat 3 disebutkan, “Pengangkatan camat yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibatalkan keputusan pengangkatannya oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.” Lalu pada penjelasan ayat 2 pada pasal 224 menyatakan, yang dimaksud dengan “menguasai pengetahuan teknis pemerintahan” adalah dibuktikan dengan ijazah diploma/sarjana pemerintahan atau sertifikat profesi kepamongprajaan. “Ini aturan baru. Mereka bupati kecil yang mimpin daerahnya,” ujar Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Karawang Asep Aang Rahmatullah kepada Radar Karawang, kemarin.
Ia melanjutkan, hal itu sesuai amanat Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat bisa membatalkan pengangkatan camat. “Undang-undang itu ditindaklanjuti oleh surat Mendagri dan ditindaklanjuti oleh surat gubernur. Padahal logikanya camat hanya eselon 3 A, kenapa harus (minta restu) ke gubernur. Kalau eselon 2 seperti sekda, wajar,” ujarnya.
Aang mencontohkan, pelaksana tugas camat Pangkalan tidak bisa lagi menjabat karena sarjana hukum. Namun, karena dia sudah menjadi sekretaris camat sudah lama, dan memenuhi syarat karena sudah mengikuti diklat kepamongprajaan selama sembilan bulan, kemungkinan posisinya bisa bertahan. “Artinya tidak harus Sarjana pemerintahan tapi memiliki latar belakang pemerintahan,” katanya.
Namun yang menjadi kendala saat ini, kata Aang, banyak sekcam yang tidak berminat ikut diklat kepamongprajaan. Alasannya tunjangan perbaikan penghasilan akan hilang jika dibebastugaskan. “Masalahnya kalau sekolah lagi, mereka dibebastugaskan. Itu berarti tidak dapat TPP dan uang dapur berkurang,” katanya. (apk)