Care for Each Other
BANTU SESAMA: Dua anggota relawan Care for Each Other sedang membantu warga tidak mampu berobat.
Ikhlas Membantu Orang Miskin
KARAWANG, RAKA – Siapa bilang masa depan hidup mantan pemakai obat-obatan terlarang suram. Jika bisa segera berbenah, punya tekad, maka impian apapun bisa diraih.
Yusuf Fauzi (50) misalnya. Mantan pemakai obat-obatan terlarang, itu sempat merasa kehidupannya tidak memberi manfaat. Namun nampaknya saat ini keadaan berputar 180 derajat, dengan adanya gerakan relawan Care for Each Other (CEO) yang dirintisnya sejak dia divonis hanya punya sisa umur 6 bulan karena kanker stadium akhir 2014 silam. “Saya bekas orang gak benar, jauh dengan Tuhan, tapi sekarang Tuhan dekat dengan saya,” ucapnya, Kamis (5/3).
Papah sapaan akrabnya menuturkan, vonis kanker yang didapatinya merupakan tamparan keras dari Tuhan. Ia mengaku saat itu sempat merasa tidak ikhlas, sampai akhirnya dia lebih melapangkan dadanya ternyata Allah memberinya kesempatan untuk lebih baik. “Dan mulai ada keinginan untuk bermanfaat di sisa hidup, mulai kecanduan tapi bukan narkoba, tapi melakukan kebaikan menolong orang,” tuturnya.
Ia mengaku tidak pernah merekrut relawan atau menggalang donasi untuk gerakan yang dilakukan CEO. Semua relawan datang dengan sendirinya berdasarkan tuntunan hati mereka, dari berbagai latar belakang dan komunitas yang berbeda. Baginya modal mereka menjadi relawan adalah ikhlas dan istiqamah.
CEO sendiri sebetulnya cenderung bergerak pada bidang kesehatan, yakni menolong orang sakit yang memang butuh perhatian lebih semisal tunawisma, pengemis atau orang kurang mampu. Tak sampai disitu, bekal keluarga pasien, mengurusi biaya rumah sakit, bahkan menemani pasien yang sebatang kara juga tak luput dari perhatian mereka. “Kita suapin, kita nyebokin, kita bersihin badannya, yang kena kanker kulit saya olesin salep setiap hari,” tambahnya.
Di luar hal itu, CEO juga aktif di bidang sosial seperti evakuasi kebencanaan, gerakan peduli lingkungan, bantuan keluarga kurang mampu dan hal lainnya. Prinsip mereka adalah apapun yang bisa dilakukan sekecil apapun, disitulah celah kebaikan. Prinsip mereka pula dalam sehari minimal berbuat satu kebaikan.
Ia mengatakan, sejak lama keinginannya adalah mempersatukan gerakan relawan yang ada di Karawang agat tidak berjalan sendiri-sendiri, bahkan cenderung berlomba untuk menjadi paling hebat. Baginya manusia tidak ada yang hebat, satu sama lain saling membutuhkan. Meski demikian, apapun yang menjadi latar belakang atau alasan para pegiat sosial, dia menyadari ternyata orang baik itu masih banyak. “Kita besar bukan karena seragam, tapi karena kita beragam,” ungkapnya.
Salah satu anggota CEO Wilda Rahmawati (30) mengaku baru dua tahun bergabung dengan gerakan relawan ini. Berawal saat anak temannya sakit dan membutuhkan bantuan, dia dipertemukan dengan Papah. Setelah itulah dia memutuskan menjadi relawan CEO. Ia merasa CEO ini adalah rumah dan Papah adalah orang tua, dengan demikian CEO ini menjadi tempat kembali baginya. “Walaupun saya pribadi belum benar, tapi bukan halangan untuk berbuat baik. Mungkin saya lagi dituntun oleh Allah, setiap orang berhak melakukan kebaikan,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu mitra sinergi CEO Amar Saleh (19) menuturkan, pertemuannya dengan CEO saat ada kegiatan bersih-bersih gunung di Loji. Ia sendiri merupakan anggota aktif Mountaineer Karawang, salah satu komunitas pegiat alam. Pengalaman paling berkesan dengan CEO adalah saat melakukan evakuasi banjir sehari semalam. Meski melelahkan asal tidak terlalu serius dan ikhlas akan bisa dinikmati. “Bahagia ketika senyum para korban banjir itu membuat kita bahagia dan semangat, tuturnya. (din)