Karawang
Trending

Disnakertrans Tumpul Tindak Sponsor PMI Ilegal

KARAWANG,RAKA- Keputusan menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) bukanlah pilihan mudah bagi sebagian masyarakat Karawang. Didorong desakan ekonomi dan himpitan utang, banyak warga yang akhirnya menjadikan bekerja di luar negeri sebagai jalan terakhir untuk memperbaiki kondisi keuangan keluarga.

Ahmad Sogiri, staf penanganan kasus PMI Disnakertrans Karawang, menegaskan bahwa keinginan berangkat ke luar negeri bukan sekedar soal keberanian, tetapi juga kesiapan mental dan kelengkapan dokumen.

“Kita pastikan mereka yang berangkat itu sudah menjadikan pilihan ini sebagai jalan terakhir. Kebanyakan dari mereka berangkat karena terdesak cicilan ke bank emok, biaya sekolah anak, atau kebutuhan rumah tangga lainnya. Tapi yang penting, bukan hanya mental yang kuat, dokumen juga harus lengkap. Kalau tidak, kita tidak akan meloloskan,” tegas Sogiri.

Menurutnya, kehidupan sebagai PMI di luar negeri penuh tantangan. Meski keterampilan seperti memasak bisa jadi bekal, namun tidak selalu menjadi jaminan diterima baik oleh majikan.

“Di luar negeri itu kerja 24 jam. Kalau majikan lagi mood bagus, mungkin akan baik-baik saja. Tapi kalau sedang ada masalah pribadi, bisa jadi PMI yang jadi sasaran. Bahkan meski di Indonesia jago masak, di sana belum tentu sesuai dengan selera majikan,” jelasnya. Karena itu, Sogiri menekankan pentingnya daya juang yang tinggi bagi setiap PMI.

“Mereka harus benar-benar siap menghadapi tekanan. Pemerintah daerah pun dengan berat hati mengizinkan mereka berangkat, karena kalau ada masalah, proses penanganannya tidak mudah,” tambahnya.

Salah satu tantangan besar yang dihadapi PMI adalah terkait penahanan paspor oleh majikan. Dalam situasi ini, bahkan Kedutaan Besar Indonesia tidak bisa serta-merta mengambil tindakan jika majikan tidak mengizinkan.

“Kalau paspornya ditahan dan majikan tidak memberi izin, kedutaan pun tidak bisa asal mengambil. Bisa jadi malah dituntut. Ini yang harus disadari oleh para calon PMI,” katanya.

Sepanjang tahun 2024, tercatat sebanyak 3.931 warga Karawang berangkat sebagai PMI secara legal ke negara-negara kawasan Asia Pasifik, seperti Taiwan, Singapura, Hong Kong, dan Malaysia. Sementara itu, pada awal tahun 2025, hingga Februari, tercatat 635 orang telah berangkat. Namun, Sogiri juga menyoroti adanya keberangkatan ilegal yang masih terjadi melalui jalur sponsor tidak resmi. Sayangnya, penindakan terhadap sponsor ilegal bukan kewenangan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker).

Baca Juga : Target 5.000 Wisatawan per Hari Selama Lebaran

“Kita hanya berwenang dalam pembinaan perusahaan, bukan sponsor. Dalam Undang-Undang, istilah sponsor itu tidak dikenal. Mereka ini seperti petugas lapangan yang melakukan rekrutmen. Kalau terbukti mereka melakukan tindakan ilegal dan masuk ke tindak pidana perdagangan orang (TPPO), itu kewenangan aparat penegak hukum,” jelas Sogiri.

Ia menegaskan, penindakan terhadap sponsor ilegal hanya bisa dilakukan jika ada laporan dari keluarga yang merasa dirugikan. “Kalau tidak ada laporan dari keluarga ke polisi, kami juga tidak bisa bertindak,” tambahnya.

Namun, jika perusahaan resmi diketahui tidak mengurus pekerja migran yang bermasalah, Disnaker bisa mengambil tindakan tegas dengan menghentikan sementara pelayanan kepada perusahaan tersebut.

“Kami bisa hentikan dulu pelayanan ke perusahaan itu sampai mereka menyelesaikan permasalahan PMI yang bersangkutan. Tapi kalau yang non-prosedural tanpa perusahaan, itu lebih sulit untuk dilacak,” tegasnya.

Melihat kompleksitas permasalahan PMI, Sogiri mengimbau masyarakat Karawang yang berniat bekerja di luar negeri untuk lebih berhati-hati dan mematuhi prosedur resmi.

“Pastikan semua dokumen lengkap dan mental benar-benar siap. Jangan tergiur iming-iming sponsor ilegal. Lebih baik berangkat melalui jalur resmi agar hak-hak mereka lebih terlindungi dan jika ada masalah, penanganannya lebih jelas,” pesannya.(uty)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button