HEADLINEKARAWANG

Dua Pelajar Idap HIV

KARAWANG, RAKA – Penyakit HIV/AIDS di Karawang bagai fenomena gunung es, penderitanya terus bertambah. Awal tahun 2019 ini saja, tercatat ada 80 orang penderita. Yang lebih miris lagi, dua diantaranya adalah pelajar.

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Karawang menyebut, dari Januari 2019 ke Februari 2019 jumlah penderita HIV/AIDS makin bertambah. “Jumlahnya bertambah, bulan Januari 34, bulan Februari 46. Saya kaget dengan adanya yang positif diusia 15 sampai 19 tahun, ada dua orang ada di wilayah Karawang, padahal usia masih muda, pelajar. Faktornya seks laki-laki, homo seksual,” kata bagian Program KPA Karawang Yana Aryana, kepada Radar Karawang, Selasa (19/3).

Diteruskannya, sekalipun dengan organisasi perangkat daerah (OPD) sudah lakukan koordinasi dan telah berjalan secara rutin melakukan pertemuan dengan agenda rapat kerja kumpul dengan stakeholder, sampai saat ini tidak bisa dihindari keberadaan penderita HIV dan AIDS tersebut. “Yang positif HIV, kita tidak bisa memaksa seseorang tidak melakukan perilaku beresiko, karena itu hak mereka tapi minimal dikurangi melakukan hal tersebut resikonya, karena seksualkan kebutuhan,” katanya.

Seperti halnya kalau ada pasangan positif, maka KPA akan melakukan tindakan. “Ya usul kita pakai pengaman, kalau pasangan yang sah dengan istri, harus pakai pengaman agar pasangannya tidak tertular. Kalau pengen punya keturunan harus direncanakan. Dilihat jumlah virus di dalam tubuhnya, tapi harus dikonsultasikan dengan dokter kapan harus pakai pengaman atau tidak,” ucapnya.

Sebab HIV dan AIDS, kata Yana, berpontensi terjadinya penularan kepada orang lain.”Kalau yang positif (HIV/AIDS) terhadap tenaga medis sangat berpengaruh, makanya jika hamil itu harus direncanakan tidak boleh sembarangan, nolong yang lahir para medis seperti bidang dan perawat harus hati-hati, tapi kita belum menemukan,” katanya.

Sementara itu, Penjabat Sekda Kabupaten Karawang Samsuri menyampaikan, HIV/AIDS yang seperti fenomena gunung es, karena orang orang yang disebut orang dengan HIV/AIDS (ODHA) itu tidak atau jarang berani membuka diri secara umum. Sehingga mestinya kasusnya difasilitasi untuk rehabilitasi. “Kenapa HIV ini, sebab masih dianggap penyakit yang bisa membawa aib bagi dirinya dan keluarga,” katanya.

Kondisi seperti ini, kata Samsuri, menjadi hal yang tidak akan menguntungkan bagi perangkat kesehatan karena pergerakannya tidak bisa dimonitor, berbeda jika sudah adanya keterbukaan yang telah ada didata base yang ada. “Paling tidak pergerakannya akan terpantau untuk mengurangi penularan, kalau sudah berkeluarga tentunya ada sosialisasi bagaimana HIV ini tidak ditularkan. Kita tidak menutup mata ya,” ujarnya.

Oleh karena itu, tambahnya, keterbukaan sangat penting, sehingga KPA bisa melakukan tindakan. “Kesehatan yang mengetahui akan mengambil langkah pengobatan dan dilingkungannya melakukan pencegahan. Karena seiring dengan mohon maaf, penyalahgunaan narkotika jarum suntik, ya itu tidak menutup kemungkinan penyebaran HIV bertambah. Kan kita tahu penyalahgunaan narkotika bukan hal yang gampang untuk dikendalikan,” pungkasnya. (apk)

Related Articles

Back to top button