KARAWANG, RAKA – Fenomena perilaku seks menyimpang seperti lesbi, gay, biseksual dan transgender (LGBT) seperti gunung es. Kemajuan teknologi dimanfaatkan oleh komunitas LGBT untuk berkomunikasi dan menunjukan eksistensinya.
Berdasarkan catatan Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Karawang, pada tahun 2017 populasi gay sudah mencapai 466 jiwa. Ini jumlah yang sudah yang menampakan jati dirinya, sementara yang masih bersembunyi disinyalir lebih banyak.
Bagian program KPA Kabupaten Karawang Yana Aryana menuturkan, Pemerintah Kabupaten Karawang, jangan sampai tutup mata melihat fenomena penyimpangan seks. “Saat kita turun ke lapangan yang kelihatan di lapangan hasil pemetaan dan estimasi jumlahnya mencapai 466 orang di tahun 2017, tapi itu bagi yang terbuka bahwa mereka itu gay, lebih banyak lagi yang tersembunyi itu,” katanya, Kamis (11/10).
Yana melanjutkan, target KPA sendiri saat ini melakukan kampanye untuk tidak melakukan seks menyimpang kepada setiap remaja di usia 16 sampai dengan 24 tahun. “Bahwa dari usia 13 tahun juga sudah sepatutnya bahaya gay itu harus diketahui, kenapa demikian? Karena kasus dari teman-teman yang kena HIV/AIDS dari gay kebanyakan di usianya yang relatif masih muda. Mulai dari 20 tahun sampai 29 tahun,” katanya.
Melirik data 5 tahun kebelakang, lanjut Yana, pihaknya menarik kesimpulan bahwa di usia 15 tahun orang-orang tersebut telah melakukan tindakan perilaku seks berisiko. “Tindakan dari suka sesama sejenis ini, rata-rata berada di usia produktif,” katanya.
Sementara itu, staf KPA Karawang Awan Gunawan tidak mengiyakan adanya komunitas gay di Karawang. “Di Karawang ada tapi belum muncul, mereka sudah ada. Namun di wilayah Karawang sampai saat ini belum ada yang berani yang muncul secara terbuka,” jelasnya.
Keberadaan laki-laki suka dengan laki laki, lanjutnya, bukan menjadi hal yang aneh, bahkan dimungkinkan di kelompok tersebut juga ada golongan lesbi, perempuan penyuka sesama jenis. “Dari KPA hanya bisa memeberikan edukasi kepada masyarakat yang memang harus bisa menghindari hal-hal yang mendatangkan berisiko. Kita harus gencar lagi melakukan penyuluhan di kalangan pelajar dan masyarakat serta kelompok masyarakat, mengingatkan bahwa di wilayah pedesaan atau perkampungan itu ada tapi memang sentralnya berada di wilayah perkotaan. Biasanya di keramaian,” paparnya. (apk)