KARAWANG, RAKA – Buntut laporan wali murid, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karawang, Kamis (8/8), memanggil Kepala SDN Adiarsa Timur II Rukmini, terkait aduan jual beli buku LKS.
Sekretaris Disdikpora Karawang Cecep Mulyawan mengatakan, setelah mendapatkan aduan dari wali murid atas ketidakpuasan terhadap kepala sekolah, pihaknya langsung menindaklanjuti masalah tersebut dan memanggil kepala sekolah bersangkutan melalui Bidang Pendidikan SD. “Hari ini dipanggil sama Kabid Pendidikan SD. Karena kemarin saya langsung hubungi beliau untuk memanggil,” kata Cecep, kepada Radar Karawang.
Di Disdikpora, Kepala SDN Adiarsa Timur II Rukmini membantah tuduhan dari wali murid yang mengatakan bahwa dirinya meminta paksa iuran kepada siswanya dengan cara mengambil dari saku. “Itu tidak benar. Saya tidak pernah melakukan itu,” katanya usai memenuhi panggilan Disdikpora Karawang, Kamis (9/8).
Mengenai penjualan LKS, kata Rukmini, tidak dilakukan oleh sekolah, apalagi langsung oleh kepala sekolah. Melainkan oleh paguyuban orang tua siswa. Kemudian untuk masalah lain, seperti tabungan sudah selesai dibagikan tepat waktu. “Untuk penjualan LKS itu bukan oleh saya. Tetapi sama paguyuban orang tua siswa. Tidak ada kerjasama juga,” ujarnya.
Kepala Bidang Pendidikan SD Disdikpora Karawang Yani Heriyani mengatakan, berkaitan dengan penjualan LKS, Disdikpora Karawang sudah mengeluarkan surat edaran bahwa pihak sekolah dilarang menjual, mengelola atau mengarahkan pembelian LKS. Baik dilakukan oleh kepala sekolah maupun guru. Bagi siswa yang membutuhkan LKS, agar membeli sendiri tanpa dikoordinir oleh sekolah. “Edaran ini belum dicabut dan masih berlaku sejak 3 periode kepemimpinan di Disdikpora,” ujarnya.
Diakuinya, ada beberapa SD yang disinyalir atau diadukan telah melaksanakan praktik jual LKS di sekolah. “Yang diadukan itu sekitar 5 sekolah. Kami lakukan konfirmasi dengan memanggilnya,” ujar Yani.
Dihubungi terpisah, Dwi Indah Susanti, salah satu wali murid SDN Adiarsa Timur II mengatakan, di sekolah anaknya tidak pernah ada paguyuban orangtua. Penjualan buku itu dilakukan oleh orangtua murid atas dasar penunjukan kepala sekolah. “Bohong. Di sekolah kami tidak ada paguyuban orang tua murid. Ini ditunjuk secara pribadi oleh kepsek. Dia adik dari salah satu guru honor di sekolah. Tangan kanannya kepsek disuruh oleh kepsek dengan upah Rp800 per LKS,” katanya. (nce)