HEADLINEKARAWANG

Pelecehan Seksual Online

Relawan P2TP2A Nina Sulistiyowati

Pelaku Cari Mangsa Lewat Media Sosial

KARAWANG, RAKA – Pandemi corona memaksa masyarakat membatasi aktivitas di luar rumah. Tak ayal banyak kegiatan digunakan melalui gawai, mulai dari mencari hiburan, bekerja, tak terkecuali kegiatan belajar anak-anak yang dilakukan secara daring. Anak yang idealnya hanya boleh menggunakan gawai tak lebih dari satu jam pun cenderung akan terpapar gawai lebih lama dari biasanya.

Seorang siswa SMP di Kotabaru yang meminta identitasnya disembunyikan mengatakan, lebih sering menonton video porno di handphone daripada mencari ilmu pengetahuan. “Setelah nonton porno, saya juga pernah onani. Hehe,” ungkapnya kepada Radar Karawang.

Pelajar lainnya mengaku jarang menggunakan handphone untuk belajar, justru sering digunakan main game. “Pernah sih dipakai nonton video porno. Paling digunakan belajar kalau ada tugas dari sekolah saja,” akunya.

Ia melanjutkan, agar bisa berselancar di dunia maya, dia menyisihkan uang saku sampai berani berbohong kepada orang tua agar bisa dibelikan pulsa. “Jarang ada kuotaan sih. Paling beli pulsa yang 5 sampai 10 ribu buat dipaketin. Kepakai dua sampai tiga hari mah,” tuturnya.

Berbeda dengan AN, warga Rengasdengklok yang baru lulus SMP dan akan melanjutkan ke tingkat SMA mengaku sempat mendengar cerita dari temannya terkait situs porno di internet. “Tahu ada situs porno tapi kata temen, saya gak tahu kalau nama aplikasinya, cuma (temen) suka cerita gitu,” jelasnya.

Ia mengaku tidak pernah mengakses situs prono, bahkan situs dan aplikasinya pun tidak punya. Apalagi sampai melakukan zina. Lebih dari itu, AN mengaku sempat mendengar cerita kalau anak sesuianya pernah melakukan hubungan intim. “Iya ada aja sampai kayak gitu (melakukan hubungan intim),” ujarnya.

Praktisi Informasi dan Teknologi (IT) Nina Sulistiyowati, mengingatkan orang tua mesti khawatir akan dampak negatif bagi anak-anak sebab penggunaan gawai yang berlebihan. Konten yang salah dari game atau tontonan pada gawai akan membuat perubahan perilaku anak ke arah negatif. Bukan hanya itu, anak-anak pun rentan menjadi korban predator seksual di dunia maya. “Pilih program pendidikan yang bermutu, usahakan orang tua ikut menonton saat anak menggunakan gawai,” ucap Nina, Minggu (18/10).

Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) ini menyampaikan semestinya orang tua tak hanya memberikan gawai begitu saja kepada anak, melainkan mengawasinya dengan seksama. Ia menyadari memang tidak semua orang tua memahami penggunaan gawai, namun setidaknya mereka harus ada keinginan belajar memahami penggunaan gawai, terutama sejumlah sosial media yang populer. Hal ini guna mencegah anak-anak menjadi sasaran predator seksual di sosial media. “Orangtua atau keluarga wajib mengetahui dengan siapa anaknya berteman dan berkomunikasi di sosial media,” tuturnya yang juga menjadi relawan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Internet memang memberi kemudahan seseorang untuk mencari apapun di dalamnya, sayangnya hal ini tak terkecuali konten pornografi, yang bahkan saat ini anak-anak usia sekolah dasar bisa dengan mudah mengaksesnya. Sebab itu orangtua mesti rutin memeriksa riwayat konten yang ia akses baik itu di youtube, video streaming, atau riwayat penelusuran di perambah dan lainnya. Jangan lupa untuk mengedukasi anak tentang apa yang boleh ditonton dan apa yang mesti dihindari.

Nina melanjutkan, orangtua harus mulai waspada saat ada perubahan perilaku pada anak. Ia mengungkapkan kerap terjadi pelecehan seksual terhadap anak melalui sosial media. Sejumlah kasus yang pernah ia temui adalah para predator ini mengirim konten berbau pornografi kepada anak. Parahnya, pada kasus lainnya sang anak diajak untuk melakukan panggilan video (video call) dan pelaku melakukan pornoaksi, bahkan korban dipaksa melakukan hal serupa.

Jika orangtua mendapati anaknya terseret ke dalam hal tersebut, maka sebaiknya segera melapor kepada pihak yang berwenang baik itu RT, Satgas Kecamatan maupun P2TP2A. Hal ini agar anak segera mendapat pendampingan psikologis sebab tidak menutup kemungkinan terjadi trauma pada anak. Selain itu, jika tidak segera mendapat pendampingan dikhawatirkan saat dewasa nanti ia melakukan penyimpangan seksual akibat dari apa yang dialaminya saat belia. “Bisa jadi awalnya mereka itu dipaksa, atau misalnya diancam akan menyebar video asusila yang melibatkan si anak, dari sering dipaksa inilah dikhawatirkan menjadi kebiasaan,” imbuhnya.

Hal lainnya yang mesti dilakukan orangtua, sebaiknya segera berdiskusi dengan anak yang menjadi korban pelecehan seksual dunia maya. Orang tua pun disarankannya tidak melakukan reaksi apapun terhadap gawai seperti menghapus riwayat penulusuran atau percakapan di sosial media. Hal ini agar bukti tetap tersimpan dan pelaku dapat dilaporkan dan ditangkap. Dengan demikian mencegah adanya korban lain dari pelaku yang sama.

Nina berpesan di masa pembelajaran daring seperti sekarang sebaiknya gawai hanya diberikan pada jam belajar atau saat mengerjakan tugas. Jika waktu belajar usai orang tua dapat mengambil kembali gawai tersebut. Seimbangkan pula aktivitas anak dengan kegiatan lainnya yang lebih bermanfaat. “Lindungi anak dari perilaku menyimpang dan kekerasan seksual akibat dari penggunaan gadget,” pungkasnya. (din/mra)

Related Articles

Back to top button