METROPOLIS, RAKA – Perangkat desa sempat mendapatkan angin segar bakal naik gaji setara pegawai negeri sipil golongan II-A. Namun, nampaknya rencana tersebut sulit terealisasi pada Maret 2019 ini.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo memperkirakan, rencana itu baru terealisasi pada tahun depan. “Itu diputuskan Januari tahun 2020,” ujarnya, di Kantor Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Selasa (19/2).
Dia menjelaskan, target Maret sulit dilakukan karena anggaran APBD 2019 sudah diketok. Untuk menaikkan gaji perangkat desa dibutuhkan penambahan alokasi dana desa (ADD) pada APBD yang menjadi sumber pendanaannya. “Kan gak mungkin perubahan APBD (bulan Maret). Serupiah saja tidak mungkin,” imbuh Tjahjo.
Namun, Tjahjo membantah jika pemerintah dinilai tidak konsisten. Dia beralasan, yang ingin dituntaskan sesegera mungkin adalah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 43/2014 dan PP 47/2015. “Siapa yang bilang Maret. Enggak,” pungkasnya.
Sebelumnya, kenaikan gaji perangkat desa disampaikan Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi). Dengan disetarakan PNS Golongan II-A, maka perangkat desa bisa mendapat gaji dikisaran Rp 1,9 – Rp 3,2 juta per bulan. Namun sebetulnya, rencana kenaikan penghasilan dari pemerintah pusat ini tidak terlalu menarik perhatian perangkat desa. Yang paling diinginkan oleh perangkat desa yaitu status pengakuan perangkat desa oleh pemerintah daerah.
Sekretaris Apdesi Karawang, Alex Sukardi mengatakan, yang dibutuhkan perangkat desa di Karawang bukan soal besaran kenaikan penghasilan tetap (Siltap), yang lebih penting dari itu adalah pengakuan status jadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang standar honor dan strukturnya di bawah pemda. “Ada yang lebih penting dari sebatas kenaikan siltap, yaitu status perangkat ini kita ingin mereka di akui jadi PTT oleh pemkab,” katanya beberapa waktu lalu.
Apdesi sebut Alex, mengusulkan ini untuk menciptakan tenaga perangkat desa yang profesional. Selama ini, setiap kades ganti perangkat juga ikut diganti. Hal tersebut tidak efektif, karena bakal banyak uang negera terbuang percuma untuk bimten dan pelatihan perangkat yang terus berulang. “Mau PTT, mau honorer pemda atau THL yang penting perangkat tidak dibabat habis jika ganti kades,” pintanya. (jpc/rud)