KARAWANG, RAKA – Tinggal di bantaran Sungai Citarum sejak tahun 1970, tidak membuat 25 kepala keluarga berniat pindah dari di Kampung Benteng RT 006 RW 008, Kelurahan Tanjungmekar, Kecamatan Karawang Barat.
Padahal, setiap tahun rumah mereka selalu terendam luapan air sungai terpanjang di Jawa Barat tersebut. Alasannya klasik, masalah ekonomi.
Aroh (52) misalnya, nenek dari lima orang cucu ini mengaku banjir sudah tidak asing lagi dalam hidupnya. Namun apadaya, keterbatasan ekonomi membuatnya tidak bisa lepas dari rumah yang berdiri di atas lahan pengairan tersebut. “Kita gak punya tempat lain selain di sini. Banjir mah sudah ada setiap tahun juga, meski tidak besar seperti tahun sebelumnya,” ujar Aroh kepada Radar Karawang saat ditemui di rumahnya, Kamis (7/3).
Berpengasilan di bawah rata-rata, dia harus tinggal bersama tujuh orang anak dan lima cucu dalam satu rumah. Luas rumahnya juga tidak terlalu besar. Berdindingkan bilik kusam dan beratam asbes. Tidak ada sanitasi yang layak di rumah itu. “Kita takut juga dengan adanya luapan air. Sebab kalau air sudah naik, bisa merendam rumah sampai ke atap,” kataya.
Rencana pemerintah membuat tanggul, sempat memberi secercah harapan baginya. Dia berharap rencana itu membuatnya bisa dibuatkan rumah di lokasi lain. “Kalau mau bikin tanggul silahkan saja. Tapi nanti bisa tidak membuatkan rumah lagi,” katanya.
Ketua RW 008 Nandang Iskandar mengakatakan, ada 25 kepala keluarga yang tinggal di bantaran Sungai Citarum. Kehidupan mereka juga berada di bawah garis kemiskinan. “Dulu kehidupan di sini menyakitkan. Warga sudah ada dari tahun 1970an. Sekarang Alhamdulillah selalu ada bantuan dari pemerintah,” katanya.
Hanya saja, pinta Nandang, warganya yang sudah puluhan tahun, agar tetap diberikan kesempatan untuk mendiami tanahnya walaupun saat ini statusnya milik pengairan. “Kalau banjir parah, mereka sampai tiga bulanan ngungsi ke tempat lain,” katanya. (apk)