Sosok Sederhana
KARAWANG, RAKA – Raden Masrin Muhammad atau sering disebut Kapten Masrin, merupakan orang yang tidak asing di telinga masyarakat Karawang, terutama kiprahnya dalam peristiwa bersejarah Rengasdengklok. Kapten Masrin juga merupakan sosok yang sederhana di mata keluarga.
Wiwin Winara Masrin (63), putra keempat dari pasangan Kapten Masrin dan Siti Norma Thaher mengaku, bapaknya merupakan orang yang sederhana sekaligus mementingkan pendidikan untuk keluarganya.
“Pak Masrin itu terlalu sederhana, walaupun di rumah aja tapi untuk makan ada saja,” jelasnya saat ditemui Radar Karawang, Senin (13/9).
Semasa hidupnya, Wiwin melihat setiap hari bapaknya tidak lepas dari tasbih, dan kala itu setiap malam Selasa kliwon dan Jumat kliwon banyak murid Kapten Masrin yang datang ke rumah untuk kegiatan tawasulan. “Pak Masrin juga sering puasa, terus kalau makan juga paling sedikit,” imbuhnya. Dia menyebut, pernikahan Kapten Masrin dengan Siti Norma Thaher dikaruniai delapan anak yaitu tiga perempuan dan lima laki-laki. Tiga orang saudaranya sudah meninggal dunia. “Saya anak keempat tinggal paling dekat dengan makam apa (bapak),” ujarnya.
Kapten Masrin Muhamad bin Raden Haji Hasan Muhamad bin Raden Haji Yasin Muhammad lahir 2 April 1919 Dusun Tangkil, Pisangsambo, Rengasdengklok (sekarang Tirtajaya). Wafat 28 Desember 1971 di Bojong, Rengasdengklok.
Masrin adalah Komando Pembela Tanah Air (Peta) Rengasdengklok. Sejak kecil Masrin besar di lingkungan agamis, dan menimba ilmu agama langsung dari ayahnya Raden Haji Hasan Muhamad. Kakeknya merupakan salah satu putra dari Syekh Zahidin yang merupakan putra tunggal Syekh Arif Muhammad, pedakwah agama Islam dari Tumenggung di Cikanguang Garut.
“Sebenarnya keturunan Pak Masrin ini dari Garut,” kata Wiwin. (mra)