KARAWANG, RAKA – Ratusan massa yang didominasi emak-emak melakukan unjuk rasa di depan kantor Dinas Permberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Karawang, Kamis (15/11). Mereka tidak puas dengan pelaksanaan Pilkades Cengkong, Kecamatan Purwasari. Panitia dinilai tidak transparan dan disinyalir ada penggelembungan suara.
Pilkades Cengkong memang sudah panas sejak pemungutan suara berlangsung. Sempat ada aksi hadang mobil angkot yang membawa penumpang hingga penghentian penghitungan suara. Esok hari setelah pemilihan pun tensi politik tidak reda, warga melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor desa dan melakukan aksi pembakaran. Tak puas sampai disitu, pendukung calon nomor urut 2 pun kemarin melakukan aksi unjuk rasa ke kantor DPMD Karawang. “Langkah kedepannya kita laporkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait ketidak puasan di pilkades tahun 2018 di Desa Cengkong,” ujar calon nomor urut 2, Jiwa, kepada Radar Karawang, Kamis (15/11) kemarin.
Jiwa mengaku menemukan banyak DPT ganda, disatu orang saja bisa sampai lima surat panggilan untuk memilih. Belum lagi ada girik yang sudah dicoret. “Girik sampai ada yang 5 di satu orang yang mau nyoblos, dan seharusnya setelah DPT itu tidak ada lagi tambahan, sejauh ini drafnya tidak dikasih tahu. Harus yakan calon itu dikasih tahu ini jelas tidak ada keterbukaan. Langkah kedepan kita akan ke PTUN kaitan ketidak puasan pilkades tahun ini,” ujarnya.
Menurutnya, panitia 11 tidak transparan soal data pemilih. “Kita draf calon pemilih itu tidak dikasih tahu oleh panitia, panitia tidak terbuka kepada calon berapa DPT berapa pemilih berapa girik,” katanya.
Warga Cengkong, Endang Parton (41) menjelasakan, setelah DPT keluar seharusnya tidak ada lagi calon pemilih yang diperbolehkan untuk menjadi pemilih, namun kenyataannya panitia memperbolehkan asal membawa KTP dan KK. “Awalnya saya tidak punya girik (Surat suara) tapi bisa dapat asal ditukar dengan KTP dan KK dan dokumen itu sampai sekarang belum dikembalikan, dan itu terjadi malam sebelum dilakukan pemilihan,” paparnya.
Endang juga menuding calon petahana ikut intervensi pada panitia 11. “Panitia 11 dapat interpensi dari Pak Santo (Petahana) agar girik saya tidak dikeluarkan, alasannya saya tidak tahu. Yang jelas hasil pungutan suara saja tidak diutarakan dari DPT 8.303 saja kok bisa menjadi 9.242, ini tidak dipublikasikan kepada calon,” katanya.
Warga lainnya. Tati Maryati (35) mengaku, warga ingin jika kepala desa itu digantikan. “Saya merasa aneh dalam pemberian girik, karena banyak girik yang dijual oleh calon nomor 3,” katanya.
Sebab setahunya, dalam pemberian surat itu, calon pemilih diberikan surat dan ditanya mau pilih petahana atau tidak, kalau mau diberi uang 100 ribu. “Intinya pengen ganti lurah, lurah banyak kasus,” ucapnya.
Sekretaris DPMD Karawang Wawan Hernawan akan memverifikasi data yang disampaikan masyarakat yang mendatangi kantornya untuk dipastikan kebenarannya kepada panitia 11. “Kita akan klarifikasi ke panitia, Kalau masih gak puas pakai jalur hukum, pengaduan ke kita. Saya akan undang panitia,” ujarnya. (apk)