Muncul Klaster Unjuk Rasa
KARAWANG, RAKA – Aksi buruh Kabupaten Karawang menentang Undang Undang Cipta Kerja berujung pahit. Bukan karena pemerintah belum juga memenuhi tuntutan buruh, tapi karena ada yang terpapar virus corona.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang Yayuk Sri Rahayu mengatakan, pihaknya baru saja menerima hasil swab dari salah satu perusahaan, yang sebelumnya para buruh mengikuti aksi unjuk rasa pada 6-8 Oktober 2020. “Dari hasil swab, ada seorang karyawan pabrik yang dinyatakan positif Covid-19 dari 25 karyawan yang di lakukan tes swab. Dan saat ini telah menjalani perawatan lanjutan di salah satu rumah sakit yang menjadi rujukan perawatan pasien Covid-19,” terangnya, Senin (12/10).
Guna mencegah penyebarannya, Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang juga telah menghimbau kepada seluruh perusahaan untuk melakukan pemeriksaan terhadap seluruh karyawan yang melakukan aksi unjuk rasa ke Jakarta. “Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang juga telah melakukan penelusuran terhadap orang-orang yang diduga melakukan kontak erat dengan salah satu karyawan yang telah dinyatakan positif Covid-19. Dengan temuan pasien positif ini, menandakan ada klaster baru yaitu klaster unjuk rasa,” ujarnya. Ia melanjutkan, Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang mencatat sebanyak 86 perusahaan sebagai kluster penyebaran Covid-19. “Salah satu penyumbang terbesar adalah klaster karyawan perusahaan,” katanya.
Ketua Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI) Kabupaten Karawang Doni Subiyantoro mengaku belum mendengar kabar adanya pekerja asal Karawang yang tertular corona setelah demo di Jakarta. Ia sendiri mengatakan tidak ikut aksi unjuk rasa di Jakarta. “Oh yang di Jakarta nggak (ikut) kalau FSPMI, mungkin Dinkes kurang spesifik,” tuturnya melalui sambungan telepon, Senin (12/10).
Ia melanjutkan, Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang mencatat sebanyak 86 perusahaan sebagai kluster penyebaran Covid-19. “Salah satu penyumbang terbesar adalah klaster karyawan perusahaan,” katanya.
Ketua Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI) Kabupaten Karawang Doni Subiyantoro mengaku belum mendengar kabar adanya pekerja asal Karawang yang tertular corona setelah demo di Jakarta. Ia sendiri mengatakan tidak ikut aksi unjuk rasa di Jakarta. “Oh yang di Jakarta nggak (ikut) kalau FSPMI, mungkin Dinkes kurang spesifik,” tuturnya melalui sambungan telepon, Senin (12/10).
Ia memastikan tidak ada anggota FSPMI Karawang yang ikut unjuk rasa ke Jakarta pada Kamis lalu. Para buruh juga pada hari itu diliburkan kerja. Ia sendiri berharap para buruh yang melakukan unjuk rasa di depan kantor Pemda Karawang dalam keadaan sehat, dan tidak ada yang tertular Covid-19.
Dikatakan Doni, sejumlah perusahaan berinisiatif melakukan tes rapid kepada para buruh yang melakukan unjuk rasa di depan kantor Pemda Karawang Rabu lalu. Tes rapid pun dilakukan di perusahaan tempatnya bekerja. Hasil tes dirinya dan sejumlah buruh lainnya menunjukan non-reaktif Covid-19. Bahkan tes swab pun dilakukan untuk mencegah penularan Covid-19. “Belum keluar sih hasilnya (swab), tapi saya sendiri sudah dirapid (hasilnya) negatif,” ujarnya.
Lebih lanjut ia berharap Covid-19 segera berlalu. Pemerintah juga diharapkan dapat segera memberikan vaksin corona yang rencananya akan diberikan secara massal ke masyarakat. “Ya kalau pun belum, penanganan pasien yang covid harus optimal lagi,” pungkasnya.
Meski begitu, ancaman virus corona ternyata tidak mengurungkan niat para buruh, termasuk juga mahasiswa dan beberapa kelompok masyarakat, melakukan demonstrasi menuntut pembatalan Undang-Undang Omnibus Law. Mereka memandang ancaman yang akan dimunculkan UU Omnibus Law jauh lebih besar dibandingkan dengan dampak terinfeksi virus corona. Buktinya, hari ini akan berlangsung juga aksi 1310, melibatkan massa Front Pembela Islam (FPI), Persaudaraan Alumni (PA) 212 bersama dengan GNPF Ulama.
Ketua FPI Karawang Tomy Miftah Faried mengatakan, sekitar 500 orang yang tergabung dalam FPI dan PA 212 akan ikut serta dalam aksi di Jakarta. Pihaknya mengaku untuk tuntutan FPI Karawang sendiri ini mengikuti agenda nasional.
“(Massa aksi) dari Karawang paling sekitar 500 orang, kita mengikuti agenda nasional saja,” jelasnya.
Kemudian untuk keberangkatan massa aksi FPI dan PA 212 dari Karawang menuju Jakarta tersebut tidak diarahkan, atau tidak ada titik kumpul keberangkatan. Melainkan mereka berangkat dari rumah masing-masing langsung menuju Jakarta.
“Kita Tikum (Titik kumpul) langsung di pusatnya di Jakarta, jadi untuk perjalanan masing-masing, biasanya juga begitu kalau di FPI,” kata Tomy.
Dia meminta pengesahan Undang Undang Omnibus Law dibatalkan sebagaimana sesuai dengan tuntutan PA 212, MUI, GNPF. Tomy menilai di dalam undang-undang Ciptaker ini terdapat ketidakadilan seperti poin-poin yang sudah tertulis di pernyataan sikap bersama FPI, GNPF Ulama, PA 212 dan HRS Center.
“Kita berharap ketidakadilan yang lebih berpihak kepada pemodal seharusnya tidak seperti itu, tapi ada keberpihakan kepada masyarakat (rakyat),” pungkasnya
Ade Supyani pekerja metal di Purwakarta, mengatakan dampak UU Omnibus Law lebih menakutkan dibandingkan ancaman virus corona. “Ibaratnya, kena corona, kita bisa sembuh atau meninggal dan berdampak hari ini, tapi Omnibus Law dijalankan, dampaknya sangat merugikan dan mengancam masa depan seluruh rakyat Indonesia dan dalam waktu lama, bergenerasi-generasi,” kata Ade.
Itu sebabnya, Ade dan buruh-buruh lainnya turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan. Dalam melakukan demonstrasi, Ade menjelaskan, seluruh peserta demo tetap menggunakan masker walaupun sulit mematuhi aturan jaga jarak. Selain itu, keluarga di rumah juga mendukung aksi yang dilakukan Ade. “Kalau upah murah, anak buruh sekolah di mana? Nanti yang ada anak lebih sengsara dari orang tuanya,” katanya. (din/mra/psn)