Kuota BLT Terbatas Peminat Banyak

PURWAKARTA, RAKA – Direktur Lembaga Kajian Strategis Kebijakan dan Pembangunan (eLKAP) di Kabupaten Purwakarta, Anas Ali Hamzah memprediksi sedikitnya kuota Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk warga terdampak Covid-19 bakal memicu gejolak sosial di lapisan bawah. “Hari ini (kemarin), siapapun berminat terhadap bantuan dari pemerintah, terlepas dia warga tak mampu atau warga yang berstatus miskin baru (Misbar), bahkan jumlahnya terus bertambah, sementara kuota bantuan terbatas. Yang dikhawatirkan adalah timbulnya gejolak sosial yang mengganggu kondusifitas wilayah,” kata Anas.
Menurutnya, pemerintah perlu memperbaiki implementasi penyaluran bantuan, tak hanya bansos saja, melainkan juga bantuan lain seperti sembako. “Penyaluran bantuan dengan tepat sasaran menjadi kunci, agar kelompok yang rentan terdampak pandemi Covid-19 sepenuhnya menerima bantuan,” tuturnya.
Mantan Ketum PMII Cabang Purwakarta itu juga mengatakan, ketika pemerintah mampu menerapkan kebijakan dengan tepat sasaran, maka persepsi publik terhadap kebijakan pemerintah akan kembali positif. “Persepsi ini bukan sekadar hiasan saja, melainkan juga sebagai bentuk kepercayaan publik terhadap pemerintah,” ujarnya.
Dari pantaun sejumlah media sosial yang kali ini kerap dijadikan ajang curhat warga, Anas menemukan, BLT diberikan kepada orang yang disinyalir masih kerabat dan orang dekat perangkat desa maupun RT dan RW. Sang penerima bahkan cenderung masih produktif dan dianggap mampu.
Dia juga mengatakan, betapa sulitnya kondisi di bawah. Dilematis. Peminat BLT banyak, kuota sedikit. “Apalagi dihadapkan pada urusan perut masyarakat. Namun tetap harus terealisasi dengan pola pemerintah pusat yang cenderung kaku,” tuturnya.
Meski bisa disebut ada langkah kreatif dari aparatur desa ketika bantuan semua direcah atau dibagi rata. Tentu itu juga bukan tanpa kendala. Karena harus meyakinkan mereka yang lapar untuk berbagi. “Intinya, jika implementasi penyaluran atau distribusi BLT tidak terarah dan tumpang tindih, hal itu akan menjadi penyebab masyarakat tidak lagi memandang program tersebut secara positif. Jika tidak ada perbaikan maka akan berujung pada konflik sosial di lingkup masyarakat,” pungkasnya. (gan)