KARAWANG

Lima Jam Pakai APD saat Bantu Lahiran

KARAWANG, RAKA – Bidan merupakan tenaga kesehatan profesional yang membantu pasien sejak hamil hingga melahirkan. Menjadi seorang bidan tentu bukan tugas mudah. Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini, untuk bertugas sebagai seorang bidan tentu lebih sulit dibanding biasanya.
Seperti yang diungkapkan Fitri Vidian, yang bertugas sebagai bidan pelaksana ruang Covid-19 di RSUD Karawang. Sudah hampir dua tahun dia menjalani tugasnya di tengah pandemi. Sebagai seorang bidan, tugasnya meliputi observasi, memberikan terapi dan juga menolong proses persalinan. Tugas tersebut menjadi lebih sulit dikerjakan, karena pasien yang ditangani adalah pasien yang terpapar positif Covid-19.
Saat sedang menolong proses lahiran, kata Fitri, dia harus mengenakan pakaian APD lengkap. Kondisi itu tentu membuatnya kurang nyaman dalam bertugas. Selain karena APD yang membuatnya sedikit sesak dan gerah, ia juga harus tetap berada dalam ruangan untuk menolong pasien. “Kalau sekiranya masih bisa keluar dulu, saya kadang keluar dulu aja. Karena pengalaman saya pernah lima jam di ruangan pakai APD,” ungkapnya kepada Radar Karawang, kemarin.
Selain pengalaman berada di dalam ruangan selama 5 jam, kata dia, ia juga pernah membantu proses lahiran pada saat magrib sehingga harus menunda dulu buka puasanya. “Sering juga kelewat sahur kalau pas bulan puasa. Karena sudah dua kali bulan puasa di masa pandemi,” ujarnya.
Kesulitan lainnya, lanjut Fitri, yaitu ketika ingin berkonsultasi jika mendapati keluhan saat membantu proses lahiran. Apalagi jika si pasien melahirkan anak pertama yang belum memiliki pengalaman melahirkan. Konsultasi hanya bisa melalui handphone yang ia juga sulit untuk mengetik, karena sedang menggunakan APD lengkap. “Kita jadi sulit konsul. Kalau ada apa-apa gak bisa langsung kayak di kondisi normal. Makanya handphone kita bawa pake pelindung juga, kadang dibungkus plastik,” tuturnya.
Menurutnya, yang sangat membuat pekerjaannya berat pada waktu Covid-19 varian delta sedang mewabah. Ia pernah punya pasien hingga 15 orang dan tiga belas diantaranya harus menggunakan oksigen. “Saya bingung ngatur regulatornya. Itu bikin kerjaan kita berat. Kalau untuk saat ini ada 11 pasien, tapi sudah melahirkan semua,” ucapnya.
Fitri juga menambahkan, terkadang dia juga harus berbenturan dengan keluarga pasien yang tidak menerima jika proses persalinannya dilakukan di ruang isolasi Covid-19. Tidak jarang ia dimarahi oleh keluarga pasien yang tidak terima terhadap hasil antigen, atau PCR yang menyatakan positif Covid-19. “Saya menyikapinya dengan menyodorkan hasil laboratorium. Menunjukan bahwa saya berdasarkan bukti hasil pemeriksaan. Pernah juga ada yang minta pulang paksa,” pungkasnya. (nce)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button