Majelis Taklim Harus Terdaftar di Kemenag

PENGAJIAN: Iskandar Suklaiman saat memimpin majelis taklim.
RENGASDENGKLOK, RAKA – Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 tahun 2019 terkait Majelis Taklim yang harus terdaftar di Kementerian Agama, mendapat beragam respon dari masyarakat.
Iskandar Sulaiman, pengajar majelis taklim di beberapa tempat yaitu Majlis Ta’lim (MT) Al Masitoh Cikangkung, MT Arrahmah PDP, MT Nururrohman PDP, MT Nurul Ikhlas PDP, MT Alhasnah Jati, dan Persatuan Majlis Taklim (Permata) Masjid Besar Rengasdengklok mengatakan, dalam kehidupan bernegara sudah sepantasnya untuk mengikuti instruksi dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama yang menerbitkan peraturan terkait majelis taklim yang harus terdaftar di Kementerian Agama. Pihaknya mengaku dengan adanya peraturan tersebut, agar progres kegiatan majelis taklim lebih terarah. Menurutnya saat ini majelis taklim seperti ustad center, artinya tergantung guru dalam menyampaikan materi, sehingga sangat mudah terutama ibu-ibu yang dikatakan masih awam dapat terpengaruh maupun terkendalikan oleh gurunya itu. “Sementara ustad itu tidak semuanya paham terkait bagaimana progres kemajuan Islam, terutama dalam pandangan kekinian,” jelasnya kepada Radar Karawang.
Selain pendataan majelis taklim, kata Iskandar, Kementerian Agama juga akan mengangkat secara masal penyuluh guru agama Islam yang honorer, dan nantinya akan dilatih untuk perubahan yang signifikan terhadap umat. Menurutnya adanya penyuluh dapat meminimalisir majelis taklim yang hanya sebatas nama. “Saya melihat sisi positif saja (tentang pendaftaran majelis taklim) pemerintah ini niatnya baik,” ujarnya.
Selain pengajar majelis taklim, Iskandar juga sebagai Sekertaris Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Besar Rengasdengklok berharap, dengan terdaftarnya majelis taklim di Kemenag, dapat diawasi secara serius oleh pihak Kemenag maupun penyuluh-penyuluh yang sudah dilatih, jangan sampai jamaah majelis taklim hanya sebagai sarana rutinitas semata yang hanya duduk, mendengarkan, lalu pulang tanpa ada peningkatan yang progresif. Karena selama ini dalam pengajian majelis taklim tidak memiliki kurikulum karena tidak ada pemantauan dari Kemenag. “Kalau pengajian bulanan di Masjid Besar Rengasdengklok sudah jelas, karena kurikulumnya sudah ada,” pungkasnya. (mra)