Mandi di Citarum Gatal-gatal

MANDI: Sejumlah warga yang tinggal di bantaran Citarum menikmati air sungai tersebut untuk mandi.
RENGASDENGKLOK, RAKA – Bagi warga miskin yang hidup di bantaran Citarum, air sungai terbesar di Jawa Barat itu menjadi sangat berarti, meski kualitasnya dalam level tercemar. Misalnya Tarma (77), meski usianya sudah tua dan hanya bekerja serabutan, dirinya tak mendapat bantuan apapun dari pemerintah. Padahal untuk mandi saja dia masih menggunakan air Citarum, walaupun sempat merasakan gatal-gatal. “Ada yang sudah tua dapat bantuan (uang), sedangkan saya sama tuanya tapi gak dapat uang,” jelasnya kepada Radar Karawang.
Menurut Tarma, orang yang lebih mampu dibandingkan dirinya, tapi mereka mendapat bantuan seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan lainnya, sedangkan dia tidak dapat apa-apa. Hal tersebut membuat Tarma tak mengerti dengan program-program pemerinah saat ini. “Orang beunghar (kaya) pada dapat, sedangkan kita cuma ngelihatin saja,” katanya.
Hal serupa dikatakan Amah (45) warga Dusun Sinarsari, Desa Kalangsari, Kecamatan Rengasdengklok, meski hidup di bawah garis kemiskinan, dirinya tidak mendapatkan bantuan seperti beras dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Kata Amah, seharusnya pemerintah adil terhadap warga tidak mampu, jangan sampai memihak kepada orang kaya saja. “Saya ingin dalam hati saya, kalau dapat beras itu bisa dibagi-bagi ke warga tidak mampu, walaupun masing-masing tiga liter,” katanya.
Tidak sedikit warga yang tidak merasakan bantuan dari pemerintah, bahkan keseharian mereka hanya sebatas tukang rongsokan dan serabutan. Kata Amah, untuk mandi dan mencuci pakaian dan peralatan masak saja di Sungai Citarum. “Puluhan tahun saya belum dapat apa-apa, mandi nyuci juga sudah puluhan tahun di sini,” pungkasnya. (mra)