PURWAKARTA

Masjid Baing Yusuf, Saksi Bisu Penyebaran Agama Islam

PURWAKARTA, RAKA – Berdiri tak jauh dari Kantor Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Masjid Agung Baing Yusuf adalah saksi bisu penyebaran agama Islam di Kabupaten Purwakarta.
Merujuk pada sejarah, Masjid ini didirikan oleh Syekh Baing Yusuf diperkirakan tahun 1826. Syekh Baing Yusuf diketahui bernama asli Raden H Mochammad Joseoef bin Raden Djajanegara keturunan ke-24 dari penguasa tanah Sunda Prabu Siliwangi.
“Pada tahun 1826 Syekh Yusuf mulai mendirikan masjid di sini, masjid agung ini sekaligus Alun-alun Kiansantang,” ujar keturunan keenam dari Syekh Baing Yusuf, Iing Solihin, Kamis (30/3).
Iing Solihin bercerita, awalnya bangunan masjid ini berbentuk menyerupai padepokan seperti khas Jawa Barat. Seiring perkembangan zaman masjid ini beberapa kali mengalami pemugaran hingga menjadi bangunan seperti ini.
Alasan Syekh Baing Yusuf mendirikan masjid di sini karena yang menjadi sasaran penyebaran agama Islam pada saat itu adalah para badega Padjajaran atau Galuh Pakuan.
Badega itu di antaranya di daerah Kutawaringin yang sekarang bernama Pasar Rebo dan Sindangkasih tak jauh dari masjid ini di bangun. “Proses penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Syekh Baing Yusuf berlangsung dari Bogor, Banten, hingga Karawang,” kata pengurus DKM Masjid Agung Baing Yusuf itu.
Ia mengatakan bahwa perjalanan penyebaran agama Islam Syekh Baing Yusuf berlanjut hingga Kabupaten Purwakarta, karena pada waktu itu ada Perang Makau sehingga dibuatlah Karesidenan di wilayah Wanayasa 1821.
Selain bangunan masjid, peninggalan karya Syekh Baing Yusuf yang masih bisa ditemukan di komplek masjid ini yakni kitab fikih dan tasawuf berbahasa Sunda dengan tuliskan huruf Arab, mushaf dengan tulisan tangan, serta sebuah pedang panjang yang digunakan sebagai pegangan saat khutbah jumat kala itu.
Di masjid inilah Syekh Baing Yusuf menyebarkan agama Islam di Purwakarta dengan cara secara lisan kepada warga ataupun sekelompok orang yang belum sempurna keislamannya. “Kitab itu sengaja disusun oleh beliau dalam bahasa Sunda, tujuannnya untuk mempermudah warga memahami Islam. Orang-orang yang belajar di masjid ini bisa membaca kitab itu,” kata Iin Solihin.
Syekh Baing Yusuf lahir diperkirakan tahun 1700-an di Bogor, di usai 7 tahun sudah menguasai dua bahasa, yakni Sunda dan Arab.
Kemudian di usia 11 tahun telah hafal Alquran 30 juz, hingga usia 13 tahun disekolahkan ke Mekkah selama 11 tahun hingga akhirnya kembali ke Indonesia di usia 24 tahun.
Syekh Baing Yusuf wafat pada Tahun 1854 dan dimakamkan di belakang Masjid Agung Purwakarta. Di sana, terdapat pula makam sejumlah tokoh lain dari pemimpin awal kabupaten Kawarang dan Purwakarta.
Biasanya makam Syekh Baing Yusuf ramai dikunjungi peziarah saat bulan Mulud, menjelang Ramadan dan bulan Rajab.
Peziarah yang datang umumnya berasal dari luar kota dan paling banyak berasal dari Banten, mengingat di daerah Banten Syekh Baing Yusuf mempunyai murid bernama Syekh Nawawi Al-Bantani yang menjadi imam besar Masjidil Haram di masa itu. (gan)

Related Articles

Back to top button