HEADLINEKARAWANG

Medsos Pengaruhi Suara Milenial

KARAWANG, RAKA- Media sosial dinilai menjadi salah satu cara yang efektif untuk meraih simpati masyarakat terutama dari kalangan milenial.

Maulana Rifai SIP MA, dosen Ilmu Pemerintahan Unsika menilai, persaingan menjadi anggota DPR ketat. Caleg harus benar-benar bertarung di lapangan untuk meraih simpati publik. Faktor penyebabnya tentu tidak tunggal, banyak hal yang bisa menopangnya. Seperti elektabilitas, popularitas, akseptabilitas dan lainnya. “Caleg tidak cukup hanya mengandalkan kendaraan partai politik saja, tapi benar-benar harus kompeten, memiliki leadership yang kuat dan mau menyapa konstituen di akar rumput. Lalu kemudian diterjemahkan ke dalam pilihan dalam surat suara,” ucapnya, pada Radar Karawang, Senin (11/2).

Selain itu, lanjutnya, caleg disarankan menggunakan metode kampanye secara digital melalui sosial media. Penetrasi media online cukup efektif untuk menyentuh kaum milenial, urban kota dan kelas menengah. Untuk yang offline dengan melakukan pemetaan ulang di dapil-dapil yang berpotensi menghasilkan ceruk suara yang signifikan. “Hal ini perlu dilakukan, karena dinamisnya perilaku memilih masyarakat. Terlebih angka swing voters dan undecided voters masih cukup besar dan bisa menjadi fokus kampanye bagi caleg yang berkontestasi. Oleh karenanya, dua langkah tadi patut menjadi catatan penting bagi caleg yg ingin melenggang ke Senayan,” ungkapnya.

Gili Argenti, SIP, MS, dosen Ilmu Pemerintahan Unsika menuturkan, caleg merupakan produsen dari berbagai produk-produk politik. Produk politik mereka itu adalah gagasan, ide, visi, misi, platform partai dan ideologi. “Dan pemilih merupakan konsumen politik. Kalau ingin produk politik kira digemari oleh pemilih, maka buatlah produk politik yang menjadi solusi dari berbagai masalah atau problem dari masyarakat yang saat ini sedang mereka hadapi,” ucapnya.

Kalau caleg mampu membuat produk politik yang menjadi kebutuhan dari masyarakat, lanjutnya, kemungkinan besar caleg tersebut bakal terpilih. “Menurut teori marketing politik, maka produk politik mereka akan dipilih dibilik suara oleh pemilih, intinya kalau seorang caleg ini terpilih maka buatkan visi, misi, program dah platform yang menjadi kebutuhan masyarakat, jangan selalu kali membuat produk politik yang bukan menjadi kebutuhan masyarakat.

Menjadi kesalahan Caleg biasanya mereka ketika membuat produk politik tidak melalui riset ke masyarakat, riset artinya masyarakat diselami apa aspirasinya, setalah diselami apa aspirasinya, maka buatkan produk politik yang menjawab aspirasi masyarakat tersebut. “Perbedaan dari partai politik penguasa dan oposisi, diantaranya partai penguasa harus mampu menarasikan segala keberhasilan atas berbagai pencapaian selama berkuasa, dan sebaliknya partai oposisi harus mampu membuat berbagai tawaran alternatif kebijakan yang bisa dipilih ketika berkuasa nanti. Nah, inilah tugas utama dari partai penguasa dan oposisi. Selama mereka mampu menarasikan ini secara maksimal kepada masyarakat, maka mereka akan mendapatkan target suara yang telah diinginkan. Tapi kalau mereka tidak maksimal menarasikan kedua hal tadi, maka pencapaian suara bisa jadi tidak sesuai dengan harapan,” pungkasnya. (acu)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button