NGASIH MATERI: Guru SLB memantau aktivitas siswa melalui laptop
Butuh Kasih Sayang Ekstra saat Belajar
KARAWANG, RAKA – Mengajar di era pandemi tidak mudah. Guru dan murid tidak langsung bertatap muka, tapi hanya komunikasi melalui gadget. Begitupun guru di sekolah luar biasa (SLB) mereka mengajar secara daring dan harus bekerja ekstra agar pelajaran dapat diterima siswa.
Sama seperti sekolah lain pada umumnya, Sekolah Luar Biasa (SLB) C Tunas Harapan melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19. Guru mengajar anak-anak yang mayoritas menyandang tuna grahita, menggunakan laptop.
Siswa yang menderita tuna grahita akan mengalami kesulitan dalam menerima informasi dan pola berpikirnya. Sistem pembelajaran daring saat ini memerlukan bantuan dari orang tua. Terdapat kendala selama proses pembelajaran berlangsung, salah satunya orangtua yang mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi dari guru kepada anak masing-masing. Sekolah ini juga menerapkan sistem home visit bagi siswa yang tidak mampu. Sistem ini dengan cara guru datang langsung ke rumah siswa untuk memberikan materi. “Kan sudah ada kurikulumnya, kita tetap pakai kurikulum yang sama kayak anak normal, tapi disesuaikan aja sama kemampuan siswa kita,” Ujar Mukayati, kepala SLB C Tunas Harapan, Rabu (16/12).
Penyandang tuna grahita, lanjutnya, memerlukan perhatian dan sentuhan khusus. Ada tiga macam jenis tuna grahita berupa embisil, debil, idiot. Sekolah ini hanya menerima yang siswa yang susah membaca dan menulis (embisil) dan siswa yang mampu membaca dan menulis (debil). “Terdapat 136 siswa mulai dari tingkatan SD hingga SMA. Jumlah siswa SD sebanyak 89, SMP 31, SMA 16. Kurikulum yang digunakan tetap menggunakan Kurikulum 2013, namun disesuaikan dengan kemampuan siswa,” paparnya.
Guru memerlukan pendekatan secara pribadi dan khusus kepada setiap siswa. Hal ini pun berdasarkan pada jenis distabilitas yang dimiliki. Bagi penyandang tuna grahita memerlukan kasih sayang yang ekstra saat proses belajar mengajar berlangsung. Selain materi sekolah saja, mereka juga akan diberikan pembelajaran mengenai norma yang ada di masyarakat.
Penyandang distabilitas memiliki cara yang berbeda dalam menyampaikan pesan. Penggunaan subjek, objek, predikat saat obrolan berlangsung tidak beraturan dan mereka pun kurang mengerti tentang ajaran norma. Guru memiliki solusi yang beraneka ragam berdasarkan dengan kebutuhan yang diperlukan oleh siswa. Sebelum daring terdapat 24 siswa dalam satu kelas. Guru menyesuaikan kelebihan dan potensi siswa. “Mungkin kalau itu ya memakai prinsip pendekatan kepada siswa luar biasa,” ujar Susanti, guru SLB C Tunas Harapan. (cr6)