
KARAWANG,RAKA- Mengabdi puluhan tahun, masih belum nikmati tunjangan kinerja (tukin). Itulah gambaran nasib dosen non-ASN Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) saat ini.
DU (46), salah satu dosen Unsika, menceritakan keresahan yang dirasakan dirinya dan rekan-rekan sejawat. Menurutnya, aturan Perpres Nomor 19 Tahun 2025 hanya memberikan tunjangan kinerja kepada ASN, sementara dosen non-ASN tidak memperoleh hak serupa.
Baca Juga : Baru Selesai Dibangun, Drainase Wancimekar Rusak
Sejak awal Januari 2025, para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Unsika sudah menikmati tunjangan kinerja yang nilainya bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah per bulan.
Sementara dosen non-ASN, yang jumlahnya sekitar 180 orang, justru sama sekali tidak mendapatkannya.
“Kami menjalankan Tri Dharma sama, mengajar, meneliti, dan mengabdi. Tapi haknya berbeda. Ada teman-teman yang baru masuk sebagai CPNS saja sudah dapat tukin, sedangkan kami yang mengabdi belasan bahkan puluhan tahun justru tidak. Ini jelas terasa tidak adil,” ujar DU dengan nada berat, Rabu (27/8).
Padahal, status Unsika sebagai Badan Layanan Umum (BLU) seharusnya memberi fleksibilitas dalam memberikan insentif internal yang biasa disebut hokin. Namun hingga kini, kebijakan itu belum menyentuh para dosen non-ASN.
“Kalau tenaga kependidikan (tendik) saja sudah dapat hokin sejak 2020, kenapa dosen non-ASN belum? Padahal kami juga sama-sama menjadi bagian dari Unsika. Rasanya seperti dibedakan,” tambahnya.
Tonton Juga : “Sukarni: Pemuda yang Berani Culik Sukarno & Hatta!”
Sebaran 180 dosen non-ASN itu meliputi sembilan fakultas dan 33 program studi. Jumlah terbanyak berada di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Meski tersebar di berbagai prodi, satu hal yang menyatukan mereka, rasa kecewa karena jerih payah bertahun-tahun seolah tak diakui secara layak.
Menurut DU, harapan terbesar para dosen non-ASN bukanlah angka besar yang diterima, melainkan adanya penghargaan yang setara.
“Kalau istilah dari pusat itu tukin, kalau dari internal bisa hokin. Tidak harus besar, tapi ada bentuk penghargaan bahwa kami ini juga bagian dari Unsika. Kewajiban kami sama, jadi haknya juga jangan dibedakan,” tegasnya.
Di tengah hiruk pikuk perkuliahan, keresahan itu tetap tersimpan di hati para dosen non-ASN. Mereka tetap mengajar, meneliti, dan mengabdi dengan sepenuh hati, meski penghargaan yang seharusnya mereka terima masih tertunda.
”Kami berharap pihak kampus dapat memberikan kebijakan yang lebih adil, setidaknya melalui insentif internal bagi dosen non-ASN, dan surat yang kami kirimkan dan telah ditandatangani oleh seluruh dosen di bulan lalu dapat direspons,” pungkasnya. (uty)