Alex Sukardi
KARAWANG, RAKA – Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) dan Bulog beberapa waktu lalu sudah bertemu membahas penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Namun Apdesi menilai, pertemuan tersebut belum tuntas dan harus ada pertemuan berikutnya. “Mau ada pertemuan satu kali lagi dengan Bulog. Tapi sudah beberapa yang dikirim berasnya,” kata Alex Sukardi, sekretaris Apdesi Karawang, kepada Radar Karawang, Senin (16/9).
Alex menyebutkan, yang menjadi persoalan bagi kepala desa, salah satunya karena tidak sekalipun diajak sosialisasi. Padahal penerima BPNT merupakan warga di desa masing-masing. Selain itu, ada kekhawatiran beras yang disalurkan kualitasnya rendah, karena dari dulu beras Bulog itu identik dengan raskin. Tak hanya soal beras, Apdesi juga meminta agar data penerima BPNT diperbaharui. “Karena biasanya Bulog itu identik dengan rasta. Nah itu kalau tiba-tiba masyarakat berbondong-bondong datang membeli tanpa kartu BPNT gimana? Dikasi salah ga dikasi PA? perangkat desa apalagi kalau dia nyerangnya ke e-warung kan kasihan, mereka cuma penyalur dan tidak ikut menentukan kebijakan,” paparnya.
Pada saat rapat beberapa waktu lalu, lanjut Alex, Kemensos terkesan menyalahkan pihak desa dengan mengatakan bahwa data penerima BPNT berdasarkan hasil musrenbangdes. “Kita gak pernah tahu darimana keluarnya nama-nama BPNT dan PKH. Penerima BPNT itu 80 persen adalah penerima PKH. Sementara PKH punya link sendiri yang gak pernah mengikurtsertakan desa,” paparnya.
Namun demikian, Apdesi bukan berarti menolak distribusi BPNT. Pihaknya hanya butuh sosialisasi, karena dari awal masyarakat sudah nyaman selama satu tahun dengan dengan metode BPNT yang sudah berjalan. “Jangan salah meyakinkan masyarakat dari yang tadinya dapat beras semua, sekarang yang punya kartu BPNT saja. Itu bukan pekerjaan mudah. Dan itu hanya dilakukan oleh kami sebagai kepala desa dan perangkat desa. Bukan oleh Dinsos, Bulog dan TKSK,” ujarnya.
Alex meminta kepada Bulog, agar tidak menggunakan kemasan Bulog. Karena dikhawatirkan salah persepsi dari masyarakat. “Kita mohon jangan pakai packaging Bulog takut masyarakat salah persepsi. Karena tadinya rasta dapat semua, sementara BPNT kan hanya yang punya kartu,” paparnya.
Sementara itu, Rusli GM Bulog Karawang mengatakan, kemasan dari beras BPNT sudah disepakati untuk tidak menggunakan kemasan Bulog. Adapun jenis beras yang digunakan ialah beras premium yang sangat berbeda dengan beras rasta. “BPNT jenisnya premium. Kalau dulu rasta jenisnya medium. HET beras premium 12.800 perkilo,” paparnya.
Menurutnya, selama ini masyarakat sudah mengetahui proses penyaluran BPNT, yang menjadi penerima hanyalah masyarakat yang memiliki kartu BPNT. “Dari dulu juga kan masyarakat sudah tahu prosedurnya. Jadi gak mungkin ada yang datang tanpa membawa kartu. Itu hanya kekhawatiran saja,” ungkapnya.
Dengan ditunjuknya Bulog sebagai manajer suplier, lanjutnya, bukan berarti menghentikan suplier yang sebelumnya sudah berjalan. Namun agar ada keseragaman jenis beras. Bahkan dengan seperti itu, pengadaan beras untuk masyarakat penerima BPNT akan lebih terkontrol dan diberi sesuai ketentuan dan harga. “Kalau ada yang mau suplai ya dipersilahkan. Hanya dengan catatan berasnya harus jenis premium. Saat ini di Karawang ada 20 suplier yang kemudian disalurkan ke setiap e-warung,” pungkasnya.(nce)