Apindo Minta UMSK Dikaji Ulang
PERNYATAAN SIKAP: (kiri ke kanan) Ketua Apindo Karawang Abdul Syukur, DPN Apindo Pusat Dedy Wijaya, Kadin Karawang Fadludin Damanhuri, saat meminta UMSK dikaji ulang.
KARAWANG, RAKA – Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) menjadi polemik antara serikat buruh dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ribuan buruh rencananya akan menggelar aksi menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang disinyalir akan menghapus UMSK dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Di sisi lain, Apindo mendesak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengkaji ulang rekomendasi UMSK dari beberapa pimpinan daerah, salah satunya Kabupaten Karawang.
Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Pemberdayaan Daerah Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Apindo Dedy Wijaya menyatakan, pihaknya akan tetap berpegang pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Selama prosedur penetapan UMSK dilalui dengan baik, Apindo tidak mempermasalahkannya. “Tapi kalau ada pelanggaran atau tidak memenuhi persyaratan, seharusnya tidak (ditetapkan),” ucapnya saat mengahdiri salah satu agenda Apindo Karawang di Hotel Mercure, Senin (26/10).
Dedy juga menyampaikan kondisi saat ini tidak sesuai untuk diterapkanya UMSK sebagiamana yang direkomendasikan. Ia menjelaskan, UMSK ini sejatinya adalah sektor unggulan, namun kenyataannya sektor yang dianggap unggulan pada tahun ini belum tentu unggulan pada tahun berikutnya. Ia mencontohkan industri otomotif yang menjadi sektor unggulan di Karawang, nyatanya saat ini sedang terpuruk. Keterpurukan ini juga merambat pada industri turunannya di sektor otomotif. “Mereka jalan tidak lewat dari 20 persen, artinya hari ini industri otomotif ini bukan unggulan,” ungkapnya.
Ia juga mempertanyakan dasar penetapan ditetapkannya suatu sektor industri menjadi sektor unggulan. Menurutnya sektor unggulan yang saat ini direkomendasikan untuk penetapan UMSK. tidak memenuhi syarat sebagai unggulan. Terlebih dalam undang-undang dikatakannya tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa sektor unggulan berlaku seterusnya. “Tiap tahun harus direview, jadi jangan dipaksakan, jangan dibiasakan bahwa yang unggulan itu seterusnya menjadi unggulan. Kalau begitu buat apa ada kajian sektoral,” tambahnya.
Ia meminta kepada serikat pekerja untuk memikirkan nasib para pekerja yang ada di perusahaan saat ini. Menurutnya yang utama saat ini adalah mempertahankan karyawan dengan mempertahankan adanya lapangan kerja. Sebab itu menurutnya perlu ada win win solution diantara pengusaha dan serikat pekerja.
“Kalau perusahaan tutup untuk apa? Pengusaha nol, buruh nol, pemerintah juga nol, sekarang bagaimana semuanya mendapat manfaat, jangan mikir ego sektoral, kalau perusahaan tutup, dimana mencari nafkah para pekerja ini. Lapangan kerja itu nomor satu,” bebernya.
Ketua Forum Buruh Karawang (FBK) Saripudin mengatakan, UMSK tahun 2020 ini semestinya sejak awal ditetapkan, mengingat saat ini telah menjelang pengujung tahun. Namun sampai Oktober ini nyatanya belum ada ketegasan dari pemerintah mengenai UMSK tahun 2020. “Penundaan yang mana lagi? Itu kan berkaca dari PP 78 tahun 2015,” ungkapnya.
Menurutnya pemerintah dapat bertindak tegas bukan malah membiarkan persoalan ini berlarut-larut. Ia mengatakan, jika mengcu pada PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, maka rekomendasi UMSK tersebut semestinya segera dijalankan. Ia juga mempertanyakan peran dan fungsi pemerintah jika persoalan ini belum juga tuntas. Apalagi jika penetapan UMSK kembali ditunda.
Ia menambahkan, aksi para buruh hari ini bukan yang pertama kalinya. Para buruh Karawang sendiri sedikitnya telah lima kali turut serta dalam aksi di Bandung menuntut segera ditetapakannya UMSK. “Sekarang sudah mau membahas pengupahan 2021, di (Dewan) Pengupahan itu kan biasanya rilis Desember, lah sekarang kan sudah (mendekati) bulan November, itu kalau kita bicara Depekab ya,” tutupnya. (din)