HEADLINEMETROPOLIS

Buruh Ancam Tutup Akses Kawasan Industri

KARAWANG, RAKA – Tanggal 6 dan 7 Oktober 2020 nanti, semua buruh di Karawang akan melakukan aksi menolak RUU Omnibuslaw. Wakil Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Karawang Suparno Prapto Sudarmo mengatakan, khusus untuk buruh Kabupaten Karawang menolak omnibuslaw klaster ketenegakerjaan. “Aksi akan dilaksanakan tanggal 6 dan 7 Oktober 2020. Sedangkan untuk aksi nasional khususnya DKI, Jawa Barat, Banten akan dilaksanakan tanggal 8. Aksi diikuti seluruh buruh di Karawang,” ujar Parno sapaan akrabnya kepada Radar Karawang, kemarin.

Parno yang juga ditunjuk sebagai koordinator lapangan aksi nanti yang tergabung dalam koalisi Koalisi Buruh Pangkal Perjuangan (KBPP) menuturkan, sasaran aksi untuk Kabupaten Karawang ialah stand by di perusahaan masing-masing, kemudian dipusatkan di kantor Pemerintah Kabupaten Karawang, dan tidak menutup kemungkinan setelah aksi di pemerintahan daerah, pihaknya akan menutup akses di semua kawasan industri.

Ia juga menambahkan, mogok nasional memang tidak ada dalam undang-undang. Tetapi tanggal 6 nanti para buruh akan melakukan mogok secara serentak di seluruh Indonesia.
“Kita tidak menghadirkan tokoh buruh nasional. Kita bagi tugas sesuai tupoksinya,” jelas dia.

Terpisah, Ketua Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI) Kabupaten Karawang Doni Subiantoro mengatakan, tanggal 6 nanti ia bersama kawan-kawannya akan melakukan mogok nasional. Aksi akan dilakukan di perusahaan masing-masing.
“Ke Pemda atau tidak ini masih dibahas dalam rapat,” ucapnya.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan bahwa polemik dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) khususnya klaster ketenagakerjaan merupakan hal yang biasa di antara Fraksi di DPR. Ia mengatakan, perbedaan dan perdebatan dalam penyampaian substansi pembahasan RUU merupakan dinamika dari sebuah demokrasi. Menurutnya, perbedaan persepsi antarfraksi, maupun DPR dan pemerintah tidak hanya terjadi di RUU Cipta Kerja saja, tetapi juga pada pembahasan RUU lain di parlemen. “Perbedaan persepsi dan perdebatan adalah dinamika dari negara demokrasi. Yang terpenting adalah bagaimana dapat memajukan dan menyelesaikan permasalahan bangsa ini,” kata Azis

Azis menjelaskan perubahan pesangon dalam klaster ketenagakerjaan dilandasi dengan kenyataan yang ada di masa pandemi Covid-19 ini. Menurutnya, para pelaku usaha cukup terpuruk karena adanya Covid-19 yang terjadi di belahan dunia. Banyak pelaku usaha yang menjerit bahkan sampai ada gulung tikar atau bangkrut. Menurutnya, perubahan skala pesangon 19 kali gaji ditambah jaminan kehilangan pekerjaan enam kali yang dilakukan pengelolaannya oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan, tentu dengan perhitungan dan melihat kondisi pandemi saat ini. “Tentunya harus melihat dari berbagai sudut pandang yang ada,” tegasnya.

Karena itu, politikus Partai Golkar ini berharap para buruh dapat mengerti dan memahami kondisi saat ini. “Jangan sampai pelaku usaha dan investor justru pergi meninggalkan Indonesia dan melirik negara lain,” katanya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, klaster ketenagakerjaan RUU Ciptaker juga memiliki kemajuan, di mana upah minimun kota atau kabupaten bisa lebih besar dari provinsi yang disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan koefisiensi produktivitas. “Kalau pengusaha pergi dan dipersulit di masa pandemi saat ini, maka mereka akan berdampak cukup siginifikan dan berimbas pada minimnya lapangan pekerjaan nantinya,” tuntas mantan ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR itu. (nce/jp)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Verified by MonsterInsights