HEADLINEMETROPOLIS

Cerita Pasien Covid-19 yang Berhasil Sembuh

MASA PERAWATAN: Imam Al Husaeri Bahanan isi kegiatan positif saat di rumah sakit.

Terkejut, Sempat Tidak Mampu Berpikir

KARAWANG, RAKA – Menjadi pasien konfirmasi positif Covid-19 adalah hal menegejutkan bagi Imam Al Husaeri Bahanan, kabid Dalduk Advokasi Data dan Informasi DPPKB Karawang. Ia dinyatakan positif bersama dua staf lain di tempatnya bekerja pada Rabu, 28 Oktober 2020 lalu.

Mendengar kabar ini langsung dari rekannya yang bekerja di Dinas Kesehatan Karawang, Imam mengaku sempat tidak mampu berpikir sepersekian detik sampai akhirnya ia sadar petikan firman Allah pada surat Annisa ayat 19, “Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Bagi Imam, sabar dan ikhlas menjadi kunci menghadapi penyakit yang menghampirinya. Ia pun segera mengabari orang-orang terdekatnya seperti keluarga, lingkungan kerja dan rekan lainnya melalui grup Whatsapp. Hal ini agar mempermudah tracing siapa saja yang pernah kontak erat dengannya beberapa waktu terakhir. Bahkan ia juga sengaja umumkan statusnya dan kerap update status Whatsapp selama isolasi. “Agak lebay memang, tapi buat saya hal ini sebuah advokasi dan kampanye, bagaimana seharusnya keluarga, tetangga, dan lingkungan terdekat bersikap terhadap suatu kasus positif Covid-19,” tuturnya, Senin (30/11).

Ia melihat masyarakat kerap masih menganggap status positif Covid-19 sebagai aib yang berujung pada kesenjangan sosial terhadap pasien dan keluarga. Kamis (29/10) pagi sekitar pukul 09.00 WIB ia mulai menjalani isolasi di RSUD Karawang. Menurutnya Dinas Kesehatan Karawang dan Puskesmas Telukjambe yang menanganinya sangat akomodatif. Setiba di RSUD, ia bersama pasien lainnya sejenak di ruang transit isolasi, melakukan pemeriksaan mulai dari jantung, paru-paru, darah, dan lain sebagainya. Menjelang Dzuhur baru ia masuk ke dalam ruangannya di lantai tiga kamar 306. Dari empat ranjang yang tersedia di ruangan tersebut, dua diantaranya telah terisi.

Pasien baru ini sempat berpikir ruangan yang tidak terisi penuh pertanda tren Covid mungkin sudah turun. Namun setelah bertegur sapa, 2 pasien tersebut adalah tenaga kesehatan yang tertular dari salah satu kluster puskesmas. “Biasa jemput pasien covid, malam itu kami yang di jemput sebagai pasien covid,” ucap Imam menirukan guyonan yang dilontarkan salah satu nakes tersebut.

Malam pertama masa karantina terasa sulit ia jalani, ia menghibur diri dengan menjelajahi tiga lantai gedung tempatnya dirawat. Dari situ ia tahu bahwa kelas kamar di setiap lantai berbeda, adapun lantai tiga yang ditempatinya merupakan wilayah paling aman sebab diisi oleh pasien tanpa gejala (OTG). Lantai dua untuk pasien dengan gejala ringan seperti batuk dan demam tinggi meski sebagian pasien dilengkapi tabung oksigen.

Sedangkan lantai dasar untuk menampung pasien kritis, salah satu stafnya yang mengidap penyakit bawaan dirawat di tempat ini. Berdasarkan cerita stafnya tersebut, setiap kamar dilengkapi monitor besar dan kamera CCTV yang mungkin untuk memantau perkembangan pasien dari luar ruangan.

Banyaknya tabung oksigen, alat infus, dan peralatan medis lainnya menjadi pemandangan utama di ruang perawatan lantai satu. “Mungkin, cerita horor ruang isolasi selama ini bersumber dari lantai satu itu,” pikirnya.
Setiap harinya para pasien di ruangannya terbangunkan oleh untaian syair jelang azan Subuh dari masjid di kampung sebelah, mendekatkan diri kepada Tuhan dengan memanfaatkan waktu fajar untuk beribadah menambah harapan untuk kesembuhannya. Dzikir mengiringi setiap aktivitas pagi, begitupun dengan dua pasien di sebelahnya yang rajin melantunkan Alquran. Sampai akhirnya terdengar dentuman musik dari aula pada pukul 08.00 WIB pertanda waktu senam telah tiba, sebagian besar perempuan turut bergerak mengikuti irama dari monitor televisi yang lumayan besar dan sisanya hanya sekedar berbincang antar saudara baru.

Imam sendiri kerap memilih untuk berbagi cerita atau membalas salam dan doa dari handai taulan melalui gawainya. Menjelang siang para petugas dengan APD lengkap mlai berlalu lalang. Situasi Covid-19 membuatnya nyaris tak bisa membedakan atau mengenali mana perawat, petugas kesehatan, atau petugas kebersihan. Satu-satunya cara membedakan mereka adalah melihat piranti yang dibawa, apakah peralatan kesehatan, meja yang dipenuhi ransum makan terkemas dalam kantung plastik, atau sapu maupun kain pel.

Ia ingat betul, selama menjalani isolasi mereka berkomunikasi antar pasien dan perawat melalui grup Whatsapp. Setiap pagi selalu ada informasi penting mulai dari jadwal pemeriksaan swab, EKG, RO thorax, disisipi celotehan guyon sekadar untuk membunuh waktu agar tak terlalu membosankan. Ia juga bercerita dalam ruang isolasi tersebut ada KPK, bukan lembaga antri korupsi melainkan komisi pemeriksa kiriman. Mereka adalah tim ahli gizi Yang selalu mengingatkan pasien jika ada kiriman dari kerabat yang dianggap tidak memiliki gizi seimbang. “Sebutan KPK itu hanya banyolan, cukup menghibur bagi kami yang tak punya hiburan di dalam sana,” ujarnya.

Makan untuk pasien diberikan pada waktu pagi, siang, dan malam. Setiap siang dokter visit datang memeriksa dan memberi vitamin serta obat-obatan juga tak luput menginterogasi kiriman apa yang pasien dapatkan. Para pasien mengisi waktu luang dengan ibadah, main game, mendengarkan musik atau menelepon keluarga, sedangkan Imam lebih memlih menghirup udara di bebas dari atas balkon.

Perjalanan melawan Covid-19 di ruang isolasi RSUD Karawang membuatnya lebih belajar banyak tentang nikmat tuhan, rasa syukur, sabar, dan ikhlas. Saat awal diisolasi, Imam yang merasa sehat-sehat saja tanpa gejala merasa hampa, bahkan sempat terpikir terjebak konpirasi. Namun ia sadara apa yang dialaminya tak seberapa ketimbang pasien lainnya khususnya di lantai dua dan lantai dasar. “Penuh dengan cerita horor, saya bisa menyaksikan orang datang dan pergi, datang dengan raut cemas, pergi dengan dua pilihan, pulang dengan kesembuhan berbalut keriangan, atau pulang dalam balutan plastik jenazah, innalilahi wa inailahi rajiun,” kenangnya.

Sampai akhirnya, ia yakin ini adalah konspirasi besar Tuhan Yang Maha Esa agar ia bisa memahami arti syukur. Banyak hikmah yang ia ambil dari berbagai kisah pasien, salah satunya kisah stafnya yang sempat putus harapan. Kisah lainnya adalah 2 yatim yang terpisah dengan sang ibu di rumah sakit yang berbeda setelah terpapar dari cluster perayaan salah satu komunitas senam. Adapula kisah Seorang pria paruh baya yang terpapar virus dari cluster takziah seorang warga yang wafat karena Covid-19. Tak tanggung-tanggung, dia sekeluarga bersama 60 warga lainnya di boyong bersama ke kamar isolasi di tempat berbeda.

Tak hanya itu, ia mendengar langsung kisah seorang ibu muda yang bukan pasien konfirmasi namun rela tinggal di kamar isolasi, karena buah hatinya yang berusia satu tahun dinyatakan positif Covid-19. Lalu ada seorang tua yang terpapar dan harus dikucilkan warga sekitar hingga keluarganya terberai entah dimana. Ia tak memegang telepon genggam selama isolasi sehingga ia tak mampu menghubungi kerabatnya walau sekedar meminta pakaian ganti.

Ia juga masih ingat kisah ibu muda yang masih menyusui mesti meninggalkan anak bayinya karena harus menjalani isolasi. Suami ibu muda tersebut menyusul di hari terakhir masa isolasinya karena terlambat terdeteksi.

Masih ada kisah lainnya,sepasang pengantin baru harus terpisah karena tempat perawatan yang berbeda dari kluster pesta hajatan. Keduanya terpapar Covid-19 sebelum berbulan madu, sementara beberapa keluarga terdekat harus pergi untuk selamanya. Terakhir kisah yang cukup menggelitik, ketika seorang driver ambulan salah satu puskesmas harus dijemput tengah malam oleh rekan sejawat.

Melalui ceritanya ini Imam ingin menyampaikan bahwa Covid-19 adalah konspirasi Allah Yang Maha Baik melalui takdirnya. Ia tak menuduh ini konspirasi jahat pemerintah atau konspirasi global yang membuat pemerintah tak berdaya, malah sebaliknya celotehan yang mengatakan tidak ada Covid-19 adalah konspirasi jahat yang sebenarnya. “
Covid-19 adalah nyata konspirasi allah agar kita semakin bertaqwa, bagaimanapun caranya kita tertular, tugas kita adalah memaknai suatu hikmah, selalu bersyukur, senantiasa berbagi, menyayangi keluarga, mematuhi protokol kesehatan dan selalu bahagia menjalani hidup,” pungkasnya. (din)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Verified by MonsterInsights