HEADLINEKARAWANG

Dana Desa Kutamaneuh Rp1,4 Miliar

TEGALWARU, RAKA – Kutamaneuh dulu hanya menjadi desa perlintasan bagi warga Tegalwaru yang ingin ke Kabupaten Purwakarta. Itupun bagi pengendara motor atau mobil yang memiliki nyali ganda. Karena mereka akan berhadapan dengan jalan tanah berbatu, bergelombang serta terjal. Apalagi jika hujan, dipastikan tidak bisa dilintasi kendaraan. Dana desa membuat infrastruktur Kutamaneuh lebih baik. “Kalau dibandingin sama desa lain mah, ya Alahamdulillah sekarang jalan lebih bagus di sini,” ungkap Hadi (54) warga Kampung Tipar yang biasa berkeliling menjual sayur ke desa-desa.

Kepala Desa Kutamaneuh Adang Esan mengatakan, selama ini dia fokus membangun jalan, karena desanya termasuk kategori tertinggal dalam hal infrastruktur jalan. “Adanya dana desa itu terbantu lah,” ujarnya.
Ia menceritakan, sebelumnya warga di desanya tidak bisa mengkases jalan lingkungan (jaling) dengan kendaraan saat hujan, karena kondisi jalan yang jelek. Pembangunan jaling ini baginya merupakan upaya untuk memerdekakan warganya dari jalan rusak. “Masyarakat itu tidak merasa merdeka kalau jalannya jelek,” ujarnya.

Kondisi jalan yang tidak layak akan menghambat aktivitas ekonomi warga, terutama dalam sektor pertanian. Dari 32 kilometer jaling di Desa Kutamaneuh, 90 persen sudah dicor untuk memudahkan warga menjual hasil buminya. Dia mencontohkan, ketika jalan lingkungan belum dibenahi, warga menyewa jasa kuli panggul untuk membawa hasil panen. Saat ini mereka bisa mengangkutnya dengan mobil dengan harga sewanya relatif lebih murah. “Jaling yang belum sempat diperbaiki sepanjang 260 meter dan sisanya adalah jalan perhutanan,” tuturnya.

Adang mengatakan, perekonomian desanya pun ada peningkatan. Penilaian itu berdasarkan statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan warga Desa Kutamaneuh mulai berkembang. Adanya pemangkasan dana desa untuk tahun anggaran 2020 berkisar Rp200 juta oleh Pemerintah Kabupaten Karawang, juga menjadi indikator peningkatan ekonomi. “Anggaran dana desa yang diterima Kutamaneuh tahun 2019 sebesar Rp1.405.114.00 tanpa ada pemotongan dana desa,” ungkapnya.

Adang merinci, Rp1.170.314.000 untuk pembangunan fisik mencakup pengadaan MCK, rehab jembatan, duiker, drainase, normalisasi jalan, TPT (tembok penahan tanah), dan rabat beton. Selebihnya dianggarkan untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Rp200 juta dan honor guru PAUD Rp34.800.000.

Dalam perjalanannya, kata Adang, alokasi anggaran untuk BUMDes dialihkan untuk menambah pengadaan MCK, jalan setapak, dan duiker. Hal tersebut karena pergerakan BUMDes yang tidak berjalan sebagaimana yang telah direncanakan. “Tadinya kan BUMDes itu mau ikut ke PT Atlasindo, tapi keburu ditutup pabriknya jadi kita alihkan ke situ,” jelasnya.

Direktur BUMDes Kutamaneuh Iceu Kurniawati mengatakan, sampai saat ini BUMDes yang dikelolanya tidak memproduksi apapun. Ia sendiri tidak tahu potensi ekonomi kreatif apa yang bisa diangkat dari warganya, karena sebagian besar mereka adalah petani dan pekebun. Selama ini BUMDes Kutamaneuh hanya bergerak di bidang pergadaian sawah. Sistemnya, petani menggadaikan lahan sawah kepada BUMDes untuk mendapat modal penggarapan sawah, saat masa panen dilakukan pembagian hasil panen dengan perhitungan dua bagian untuk BUMDes dan satu bagian untuk petani. “Tahun ini kan kemarau panjang, ada yang gagal panen, jadi hasilnya belum maksimal,” terangnya.

BUMDes Kutamaneuh juga bergerak di bidang jasa penyewaan tenda, dengan biaya sewa yang tidak dipatok. Penyewaan tenda ini pun belum banyak membantu pendapatan BUMDes karena sepinya transaksi sewa.

Alokasi dana yang ditetapkan oleh Adang, bukan berarti tidak menuai kritik warga. Salah satunya datang dari Abun (50) warga Kampung Neglasari, yang menyesalkan kepala desa enggan membenahi akses jalan setapak ke Sungai Cicangor meski sudah dipinta. “Jangan yang besar-besar dulu lah, ini saja dulu perbaiki, kita kan lagi susah air,” keluhnya. (cr5)

Related Articles

Back to top button