Jalan Panjang Menuju Karawang Ramah Disabilitas
Butuh Mental Juang, Dukungan Masyarakat dan Pemerintah
“Selama mobil masih banyak, motor masih banyak, akan lebih banyak lagi penyandang disabilitas.”
Kalimat yang dilontarkan Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Karaang Nanang Kosim ini mungkin nampak seperti kelakar namun memang begitulah adanya. Meskipun penyandang disabilitas sebenarnya tak melulu disebabkan kecelakaan lalu lintas. Tak bermaksud menyalahkan siapapun, pernyataan tersebut sekadar menegaskan eksistensi penyandang disabilitas yang sudah sepatutnya mendapatkan penerimaan dan kesempatan yang sama dari masyarakat dan pemerintah.
Nanang menyampaikan saat ini ada sekitar 700 penyandang disabilitas binaan PPDI Karawang, di luar itu diperkirakan ada 3000 penyandang disabilitas di Karawang. Secara garis besar mereka dikategorikan dalam 4 kategori keterbatasan yakni disabilitas fisik, disabilitas sensorik, disabilitas intelektual, dan disabilitas mental. Keterbatasan itu bisa dialami sejak lahir atau sebab tertentu yakni kecelakaan atau penyakit.
Membangun mental penyandang disabilitas adalah visi yang dibawa PPDI Karawang agar mereka tak hanya berinteraksi dengan sesamanya melainkan juga dengan masyarakat pada umumnya. Penyandang disabilitas mesti berani mengasah potensi diri bagaimanapun kondisi keterbatasan yang mereka alami. Persoalan mental inilah yang kerap menjadi problematika, tidak sedikit penyandang disabilitas kepalang menganggap dirinya sebagai manusia paling malang sehingga pasrah begitu saja dengan keadaan.
Nanang bercerita, 2019 lalu ia bertemu dengan sosok penyandang disabiltas asal Cilamaya yang cacat fisik di kedua tangan dan kakinya sejak lahir 23 tahun lamanya. Pemuda yang kerap mengemis di bawah fly over Cikampek itu sempat membuat Nanang kaget, bagaiamana tidak, dengan segala keterbatasannya sosok tersebut mengungkapkan cita-citanya menjadi orang yang mandiri. Namun dengan keyakinan dan kemauan serta usahanya saat ini ia menjadi atlet renang tanpa lengan dan kaki asala Karawang. Dia adalah Imin, saat ini tengah mempersiapkan diri mengikuti pekan paralimpik daerah (peparda) Jawa Barat 2022.
Sosok Imin beserta kisah hidupnya kerap dihadirkan oleh Nanang kepada penyandang disabilitas lainnya untuk memotivasi mereka. Metode seperti ini ia lakukan karena pada kenyataannya memang sulit untuk membangun mental penyandang disabilitas. Jika seseorang mereka pasrah karena membandingkan diri dengan orang lain yang dianggap lebih beruntung, maka Nanang mengahadirkan sosok yang membuat seseorang tersebut merasa lebih beruntung. “Di Karawang bnyak teman-teman disabilitas lainnya yang memiliki kegiatan padat karya, ada yang melukis dengan kakinya, tunanetra yang bermain musik, ada yang menjadi atlet,” tuturnya.
Mental juang para penyandang disabilitas tentunya mesti seiring dengan penerimaan masyarakat. Sayangnya masih ada stigma negatif misalnya mengangapp para penyandang disabilitas tidak bisa berbuat apa-apa atau diragukan kualitas karyanya. Hal seperti inilah yang menutup kesempatan mereka untuk bisa berkembang meskipun memliki potensi yang menjanjikan. Begitupun perusahaan atau lembaga swasta sepatutnya menerima dan memberi kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang.
Dan yang tak kalah penting adalah dukungan pemerintah guna memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Penasihat PPDI Karawang Adam Bachtiar mengatakan selama ini memang ada dukungan dari Pemda Karawang namun belum maksimal. Bantuan yang ada sejauh ini cenderung sebatas belas kasihan alih-alih kesempatan untuk berkarya atau mengembangkan diri. “Misalkan bantuan kursi roda atau alat segala macam ada meskipun gak terlalu banyak, sementara kebutuhan disabilitas kan lebioh dari itu,” ucapnya.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah memastikan dijalankannya aturan undang-undang terkait penyerapan tenaga kerja penyandang disabilitas baik itu di instansi pemerintahan maupun swasta. Ia menegaskan program yang dibuthkan penyandang disabilitas bukanlah program belas kasihan melainkan program yang membuat mereka bisa setara dengan orang lain. “Contoh sekolah saja mereka membutuhkan sekolah yang inklusif, prihatin teman kita, gak ada sekolah inklusif di Karawang terutama sekolah negeri, mudah-mudahan itu bisa terrealisasi,” harapnya.
Adam juga berharap program pelatihan Pemda Karawang bisa menghadirkan berbagai pelatihan wirausaha atau pelatihan kerja bagi penyandang disabilitas. Dalam hal ini pemerintah ambil peran dan mendorong penyaluran pemberdayaan penyandang disabilitas ke berbagai perusahaan. Terlebih November kemarin DPRD Karawang baru saja mengesahkan perda disabilitas dimana dalam pembahasannya melibatkan penyandang disabilitas, tinggal bagaimana Pemkab Karawang mengeksekusinya dengan baik melalui prebup maupun program. Ia yakin jika pemerintah bisa mendorong hal-hal tersebut maka stigma negatif yang berkembang di masyarakat akan pudar dengan sendirinya. “Mereka tidak akan mengangap lagi sebagai masyarakat kelas kedua, tapi setara dengan yang lainnya,” ujarnya.
Nanang menambahkan pemerintgah mesti mengenali mereka dengan potensinya dimana hal ini menjadi pijakan untuk membuat suatu program. Setelah itu program tersebut masih berkelanjutan dan saling berkaitan dengan program antar dinas lainnya. Dia berharap penyandang disabilitas bisa menjadi subjek tatanan pemerintahan dan pembangunan Kabupaten Karawang. “Harapan kita semua mengahdirkan Karawang yang ramah disabilitas itu bisa terwujud,” harapnya. (din)