Kerugian Banjir Rp2,8 Miliar
MENUNGGU DIEVAKUASI: Dua orang lansia warga Dusun Segartanjung, Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, saat dilanda banjir, beberapa waktu lalu.
KARAWANG, RAKA – Banjir yang melanda 39 desa di 18 kecamatan, merendam 11.044 rumah, dan ratusan hektare sawah beberapa waktu lalu, menelan kerugian sebesar Rp2.805.000.000.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karawang Yasin Nasrudin mengatakan, wilayah yang paling banyak menelan kerugian adalah Kecamatan Tirtamulya, karena lahan pertanian seluas 72 hektare terendam. “Secara keseluruhan dari 18 kecamatan, kerugian mencapai Rp2.805.000.000,” ungkapnya kepada Radar Karawang, Senin (15/2).
Ia melanjutkan, sampai saat ini pihaknya masih terus memperbaharui titik banjir yang bisa saja masih ada di sejumlah tempat. “Belum mendapatkan laporan terkait kondisi banjir,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Karawang Asep Junaedi mengatakan, banjir merusak sejumlah sekolah. “Sekolah yang rusak yaitu SDN Dawuan Tengah 6 di BMI dan SMP Telukjambe Barat 1 di Karangligar. Dua sekolah itu cukup parah. Mebelernya pada rusak. Tapi semua berkas sudah diamanin,” ungkapnya.
Ia melanjutkan,
Disdik tidak memberikan bantuan kepada sekolah yang rusak akibat banjir. Namun pihaknya sudah mengajukan permohonan bantuan ke BPBD. “Paling kita ajukan ke BPBD, kemudian nanti oleh BPBD diteruskan ke provinsi atau ke kementerian,” tuturnya.
Sekretaris BPBD Karawang Supriatna menyampaikan, terdapat 5 zona rawan bencana berdasarkan wilayah daerah aliran sungai. Zona 1 yakni mulai dari siphon Cibeet di Kecamatan Telukjambe Barat sampai jembatan Bojong, Kecamatan Karawang Barat. Sepanjang daerah aliran sungai tersebut didapati daerah rawan longsor di Kampung Mujiah, Desa Mekarmulya, Kecamatan Telukjambe Barat dan banyaknya jalan putus di desa tersebut akibat erosi sungai. Potensi bencana pada zona 1 ini adalah banjir dan longsor. “Kemudian jarak sungai dengan pemukiman penduduk itu tidak ada batas,” terangnya.
Rawan bencana zona 2, yaitu sepanjang Sungai Citarum sampai ke hilirnya di Kecamatan Pakisjaya. Pada zona ini, sempat ditemukan banyak tanggul jebol. Bahkan saat itu ditemukan sejumlah pabrik batu bata di tanggul sungai yang tentunya berpotensi menimbulkan bencana. “Zona 3 ini potensi tanggul jebol dan banjir,” ucapnya.
Ia melanjutkan, rawan bencana zona 3 adalah sepanjang Kalen Cilamaya mulai dari Bendungan Barugbug dan bermuara di Laut Jawa. Potensi bencana di zona ini adalah tanggul jebol dan banjir, bahkan diperparah oleh ketidakdisiplinan warga yang kerap menggali tanah tanggul. Adapun rawan bencana zona 4 dimulai dari Bendungan Barugbug sampai ke Laut Jawa namun melalui jalur Kalen Bawah. Pada zona 4 memiliki potensi bencana banjir dan longsor. Terakhir, kata Supriatna, yakni rawan bencana zona 5 sepanjang garis pantai utara Kabupaten Karawang. Daerah ini berpotensi terjadi abrasi pantai, namun di sejumlah titik lainnya terjadi akresi pantai. “Contoh pantai Samudera Baru, lima tahun yang lalu belum ada, sama dengan Cibeet, (wilayah) Karawang habis, Bekasi nambah, kalau Bekasi habis Karawang nambah,” paparnya.
Warga Desa Parakanmulya, Kecamatan Tirtamulya, Rohimin (20) mengatakan, banjir yang melanda lahan pertanian dan pemukiman di Tirtamulya kerap terjadi setiap tahun. Itu diakibatkan oleh meluapnya Sungai Kalen Kapal. “Air biasanya membanjiri pesawahan dulu, kemudian pemukiman warga,” ujarnya.
Abdul (28) warga Kalenkupu, Desa Bojongsari, mengatakan, sawahnya selalu kebanjiran saat musim hujan. Salah satu penyebab banjir, lanjutnya, karena saluran air yang sempit dan dangkal. Sehingga ketika curah hujan tinggi, air meluap dan membanjiri sawah. “Dari tiga hektare yang saya miliki, satu hektare sering kebanjiran parah. Itu yang punya saya saja, belum lagi punya petani lainnya mungkin bisa lebih banyak karena volume airnya banyak,” ucapnya. (nce)