Lima TKW Divonis Mati di Negara Asing

LOLOS HUKUMAN MATI: Nurkoyah binti Marsan Darsan (kiri) didampingi pengacaranya Mish'al Al Shareef (kanan) berbincang setibanya dari Arab Saudi di Bandara Soekarno Hatta.

KARAWANG, RAKA – Puluhan ribu warga Kabupaten Karawang pernah bekerja di luar negeri, dan ratusan lainnya hingga kini masih berjuang mencari penghidupan di negeri orang. Dari mereka yang purna kemudian menikmati hasil jerih payahnya selama menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), kini bisa hidup jauh lebih nyaman dari sebelumnya. Namun, ada pula yang kini terbaring sakit hingga cacat karena pernah jadi korban penyiksaan majikannya. Bahkan ada yang pulang ke Karawang tinggal nama. Di sisi lain, beberapa buruh migran terbelit persoalan hukum. Mulai dari tuduhan penyiksaan hingga pembunuhan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Karawang, setidaknya ada lima kasus yang menjerat buruh migran Karawang selama bekerja di negara asing. Beberapa divonis bebas setelah sebelumnya diancam hukuman mati, sisanya masih menunggu vonis mati.

Nurkoyah misalnya. TKI yang selama delapan tahun harus mendekam di penjara Kota Damman, Arab Saudi, dan terancam hukuman mati karena tuduhan membunuh anak majikan pada tahun 2010, akhirnya bebas dan kembali ke kampung halamannya di Desa Kertajaya, Kecamatan Rengasdengklok. Sesampainya di rumah,

Ibunda Nurkoyah bahkan tak kuasa menahan emosi. Anak keduanya yang bernama Euis bahkan dua kali tak sadarkan diri, tak percaya bahwa ibundanya tercinta yang sudah 12 tahun berpisah akhirnya kembali dalam keadaan sehat. “Alhamdulillah ya Allah. terima kasih pemerintah Indonesia yang selalu hadir membela saya,” ucap Nurkoyah.

Hal serupa dialami Yanti Puspita Sari. Dia terbebas dari hukuman mati karena kasus pembunuhan terhadap majikannya tahun 2008. Diperoleh informasi dari perwakilan Kementrian Luar Negeri, Yanti berangkat pada tahun 2006 dan kemudian mendapatkan permasalahan berupa ancaman selama bekerja pada tahun 2007-2008.
“Syukur alhamdulillah, berkat pertolongan Tuhan melalui perwakilan RI di Damaskus, inilah bentuk kehadiran negara bahwa siapapun Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja ke luar negeri baik prosedural maupun nonprosedural tentunya menjadi tugas dan tanggung jawab negara untuk memberikan pelindungan”, tutur Direktur Pelindungan dan Pemberdayaan Kawasan Eropa dan Timur Tengah sekaligus Plt. Kepala Biro Hukum dan Humas BP2MI Hadi Wahyuningrum.

Diketahui Yanti dituntut hukuman mati pada sidang yang digelar pada bulan Februari 2009. Namun, pada tanggal 28 Mei 2009, Majelis Hakim Pengadilan Damaskus menetapkan hukuman seumur hidup untuknya. Pemerintah Indonesia pun tidak tinggal diam. Berbagai upaya banding, lobi, dan pendekatan khusus untuk meminta keringanan hukuman telah dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Damaskus. Berdasarkan Keputusan Hakim Pengadilan Negeri Damaskus tertanggal 28 Oktober 2021, Yanti kelahiran Karawang 1 Januari 1980 dinyatakan bebas. “Semoga ini menjadi pengingat supaya tidak ada lagi warga kita yang mengalami nasib serupa dengan PMI Yanti”, kata perwakilan dari Kemlu, Mochammad Arif Ramadhan.
Susanti binti Mahfudin (22) terancam hukuman mati di Riyadh, Arab saudi. Susanti terjerat kasus pembunuhan terhadap anak majikannya.

Orang tua Susanti, Mahfudin warga Desa Cikarang, Kecamatan Cilamaya Wetan, menuturkan, kabar hukuman mati diketahui setelah pihak keluarga mendapat surat dari Kementerian Luar Negeri, tertanggal 11 Oktober 2011. Dalam surat bernomor 04149/WNI/10/2011/65/ yang ditujukan kepada orang tua Susanti, disebutkan kalau Susanti tengah ditahan pihak kepolisian Dawadhi, Riyadh, Arab saudi, dan terancam hukuman mati atas tuduhan membunuh anak majikannya. “Seharusnya Susanti sudah pulang pada Januari 2011. Tetapi ternyata tidak bisa kembali ke Indonesia karena tertimpa musibah dan harus menghadapi kasus hukum di Riyadh itu,” kata Mahfudin.

Warnah (28) warga Dusun Krajan RT 11/07, Desa Bolang, Kecamatan Tirtajaya, sempat terancam hukuman pancung di Arab Saudi. Warnah dituduh menggunakan mantra yang membuat istri pertama majikan yang membuatnya mengalami sakit misterius. Dalam persidangan pada 7 Januari 2009, keduanya telah divonis hukuman mati oleh Pengadilan Pidana Riyadh. Upaya yang dilakukan KBRI membuat Pengadilan Banding Riyadh membatalkan vonis mati tersebut. Pada detik-detik terakhir saat KBRI menjemput Sumartini dan Warnah dari penjara menuju bandara, keluarga majikan masih berusaha menggagalkan kepulangan mereka dengan meminta aparat berwajib untuk tetap menahan mereka di penjara. Setelah melalui perdebatan, KBRI berhasil meyakinkan pemerintah Saudi, yang akhirnya membuat keduanya dapat meninggalkan Saudi menuju Jakarta.

Lain lagi dengan Aan binti Andi Asip, dia didakwa pembunuhan lima orang di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Di persidangan terakhir, Aan divonis hukuman pancung.
Warga Dusun Tangkolo, Desa Srijaya, Kecamatan Tirtamulya itu kini menunggu eksekusi, namun pemerintah sedang berupaya agar hukuman perempuan satu anak itu diperingan. (psn/dt/jp/cn)