HEADLINEKARAWANG

Masjid Tua Peninggalan Ulama Banten

Jejak Pewaris Nabi di Karawang

KARAWANG, RAKA – Masjid Jami Al Huda Loji, merupakan masjid yang tertua di wilayah Kecamatan Tegalwaru. Masjid ini didirikan pada tahun 1850 oleh Tb H Abdurrohim, seorang ulama Banten dan merupakan kakek dari Tb H Muslih atau dikenal dengan nama ajengan Djengot.

Masjid Al Huda ini secara administratif masuk dalam kawasan Loji, Desa Cintalaksana, Kecamatan Pangkalan. Keberadaan masjid ini sangat mudah ditemui karena keberadaannya yang tepat di sebuah jalan pertigaan tepatnya sebelum Pasar Loji, ada pertigaan yang akan masuki Desa Wargasetra menuju arah Grand Canyon, Desa Mulangsari.

Masjid itu berdiri megah, tepat dekat lokasi masjid berdiri di depannya sebuah mini market dan tempat mangkal para tukang ojek, juga bersebelahan dengan rumah warga yang menurut sumber bahwa mereka adalah para saudara, kerabat, cucu pendiri Masjid Jami Al Huda. Berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan Kantor Departemen Agama Kabupaten Karawang nomor Mi-06/188/4/III/2002 bertanggal 15 Maret 2002 dan ditantadatangani oleh Drs H Thoha Hasan MM, kepala Kantor Depag Kabupaten Karawang saat itu, bahwa Masjid Jami Al Huda dibangun pada tahun 1950.

Namun berdasarkan sumber yang menjadi salah satu keluarga pendiri masjid, Abha Wawan Dharmawan, menerangkan jika masjid ini awalnya dibangun oleh para pendatang yang bergelar tubagus (TB) dari Banten. Masjid tersebut berdiri di atas tanah wakaf milik Tb H Surya. Di masjid ini pun bisa dijumpai makam orang Banten pertama yang menempati wilayah Loji.

Menurut pengakuan , Abha, bahwa masjid itu di Bangun pada Tahun 1850 berdasarkan cerita turun temurun yang terus diberitahukan kepada anak , cucu hingga cicitnya. Tb H Abdurrohim ini adalah seorang ulama Banten dan merupakan kakek dari Tb H Muslih atau dikenal dengan nama Ajengan Djengot yang sangat sohor di Telukjambe Karawang yang merupakan tokoh pejuang dari Karawang Selatan.

Kedua sesepuh ini menurunkan banyak ulama ataupun ajengan tidak hanya di Karawang tapi juga hingga ke Jakarta. “Dahulu di sekeliling masjid ini banyak terdapat makam, yang mana di sekitar kiri masjid tersebut banyak di makamkan anak keturunan dari Tb H Surya dan sebelah kanan masjid ini banyak dimakamkan anak keturunan dari Tb H Abdurrohim dan kedua sesepuh itu adalah besan yang mana mereka menikahkan anak-anaknya untuk mempererat hubungan keluarga ,” katanya.

Masjid ini banyak mengalami perubahan-perubahan dari tahun ke tahun hingga kini seiring dengan perkembangan dan pertambahan jumlah penduduk di sekitar wilayah tersebut. Awalnya masjid ini hanya berbahan kayu. Pada tahun 1950 masjid tersebut memperluas bangunannya hingga menutup makam-makam di sekitarnya, termasuk makam kedua sesepuh ini berada di dalam bangunan yang tertutup lantai dari ubin masjid tersebut. “Jadi masjid tersebut diperluas dengan menutup makam-makam sekitarnya, dengan persetujuan anak keturunan dari kedua sesepuh tersebut tanpa memindahkan makam-makam keluarga yang sudah terlanjur dimakamkan di tempat tersebut, yang mana makam-makam tersebut sudah berusia tua,” tuturnya.(yfn)

Related Articles

Back to top button