2.653 Hektare Sawah Sudah Kering
KARAWANG, RAKA – Musim kemarau tak hanya berpengaruh terhadap kesediaan air bersih, juga berpengaruh terhadap pasokan air untuk kegiatan pertanian. 2.653 hektare sawah sudah kekurangan air.
Kasi Perlindungan Tanaman Yuyu Yudaswara mengatakan, berdasarkan pendataan yang dilakukan olehnya, dari 97.000 hektare luas sawah di Karawang, ada 5 kecamatan dengan luas tanam 2.653 hektare yang mengalami kekurangan air pada musim tanam 2019. Dari luas tanam tersebut, yang terancam hanya 1.041 hektare. “Karena kita pendataannya hanya sawah yang ditanami saja. Jika lahan sawah yang tidak ditanami ya itu tidak termasuk kekurangan air,” kata Yuyu, kepada Radar Karawang, Kamis (4/7).
Dikatakan Yuyu, setiap musim kemarau ada ribuan hektare lahan sawah dari 21 kecamatan yang selalu mengalami kekurangan air. Namun di tahun ini baru 5 kecamatan, diantaranya Telukjambe Barat, Jatisari, Batujaya, Pakisjaya, Tegalwaru. “Tapi di semua kecamatan itu kategorinya masih kondisi ringan. Tanahnya masih lembab dan tanaman masih hijau dan bisa bertahan,” katanya.
Yuyu mengatakan, selain dari 5 kecamatan tadi, masih ada beberapa kecamatan lagi yang berpotensi kekurangan air. Karena menurutnya musim kemarau diperkirakan akan terjadi sampai bulan Desember 2019. “Kemarau terjadi sejak bulan Juni diperkirakan selama 6 bulan,” ujarnya.
Kondisi sawah kekurangan air itu, kata Yuyu, disebabkan karena sudah berkurangnya debit air dari Cibeet. “Solusinya pompanisasi. Itu juga kalau yang ada sumber air dari alam,” katanya.
Masih dikatakan Yuyu, debit air di Jatiluhur sudah sangat berkurang dan hanya cukup untuk mengairi sawah selama 20 hari kedepan. Untuk itu, jika ingin tetap memaksakan penanaman harus dengan tanaman paritas yang tahan kekurangan air. “Debit air di Jatiluhur juga hanya bertahan untuk 20 hari kedepan. Karena setiap hari itu surutnya 16 cm,” paparnya.
Sebelumnya, lahan pertanian milik petani Desa Pulojaya Kecamatan Lemahabanh di landa kekeringan. Memang tak begitu parah, namun para petani harus mengeluarkan biaya tambahan dengan sistem pompanisasi, petani terpaksa melakukan pompanisasi itu, agar proses pengolahan tanah pertanian bisa terus berjalan.
Menurut salah seorang anggota kelompok tani Tirtasari 2 Blok Bakan Goa Desa Pulojaya, Ulis Atam, sudah menjadi rutinitas petani dalam bertani, pasokan air untuk lahannya menggunakan air irigasi. Namun, saat ini kondisi air irigasi cenderung sulit di dapat jelang pengolahan tanah, dan para petani terpaksa mengairi sawah jelang pengolahan dengan cara pompanisasi dari saluran irigasi. “Selain kurangnya debit air irigasi, memang sudah lama juga tidak ada hujan,” katanya, baru-baru ini.
Lebih lanjut, ia menuturkan jika lahan sawah di Bakan Goa yang masuk golongan 2 belum terairi optimal pihak PJT II. Akibatnya, kelompok tani Tirtasari 2 harus mengeluarkan biaya ekstra dengan melakukan kompanisasi untuk mengairi sawah puluhan hektar jelang pengolahan tanah. Anehnya, lanjut Ulis Atam, golongan air 3 di sekitaran Dusun Jarong Desa Kiara, perbatasan kecamatan, justru sudah terairi. Dirinya, mengaku bingung dengan pengairan sawah tersebut. “Air ini bagaimana ngaturnya, kita kelabakan pake pompa air, sementara di daerah lain airnya lancar,” pungkasnya. (nce/rok)