Olah Bahan Bekas jadi Kerajinan BerhargaDari Jam Dinding Hingga Hantaran Pengantin
KARAWANG, RAKA – Barang bekas tidak selamanya menjadi sampah. Di tangan kreatif, barang-barang yang sudah tidak terpakai bisa diolah menjadi kerajinan yang berharga, seperti jam dinding, cermin, bahkan hantaran pengantin.
Aneu Andiatiningsih, guru Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) SMAN 3 Karawang memberikan materi tentang pengolahan bahan bekas kepada siswa kelas XII. Bahan bekas ini diolah hingga menghasilkan kerajinan yang bermanfaat. Salah satu contohnya pembuatan tas yang menggunakan bongkol jagung yang dipadukan dengan tutup botol bekas. Karya ini berhasil mendapatkan juara ke-2 dalam perlombaan Galaksi tingkat kabupaten. “Anak-anak membuat hasil karya dari bahan bekas. Saya selalu menekankan kepada anak-anak bisa mendaur ulang sampah menjadi sesuatu hal yang berharga. Seperti menggunakan dus, kayu yang tidak terpakai. Kemarin sudah membuat tas dari bongkol jagung dipadukan dengan tutup botol dan memperoleh juara 2 tingkat kabupaten di perlombaan galaksi,” ujarnya, Selasa (27/2).
Ada lagi bahan bekas dari makanan seperti menggunakan cangkang kerang. Sebelum diolah menjadi kerajinan, ia telah memberikan materi dan praktek tata cara membersihkan cangkang kerang hingga bersih. Bahan ini dapat menghasilkan kerajinan seperti jam dinding, cermin, gantungan kunci. “Ada juga hiasan dari cangkang kerang, jadi saya mengarahkan kepada penjual makanan seafood untuk mencari limbah kerang. Saya ajarkan membuat cangkang kerang sampai menjadi bersih dan bisa dimanfaatkan menjadi kerajinan seperti jam dinding, cermin, gantungan kunci. Kalau sekarang itu kami baru sebatas membuat kerajinan saja,” tambahnya.
Saat ini Aneu memberikan tugas kepada siswa kelas XII untuk membuat hiasan dan hantaran pernikahan dari bahan bekas. Azzahra, siswa XII MIPA 3, menggunakan bahan yang telah tidak terpakai seperti bambu, kayu, kain tile, tali rami. Tidak hanya itu ia bersama dengan teman pun menggunakan ilalang. Sebelum menggunakan bahan ini, konsep awal dari kelas itu menggunakan mika namun karena terdapat kendala akhirnya mereka mengganti konsep. “Kami gunakan kayu bekas, bambu, kain tile, tali rami, ilalang. Kami mencari ilalang di pinggir jalan, karena ketentuan dari guru itu harus menggunakan bahan yang bekas. Kami dibagi 9 kelompok berdasarkan jenis barangnya. Konsep pertama dan kedua itu kami gunakan mika tapi kalau pakai mika fotocopy itu lebih tipis tapi kalau kita pakai mika yang fiber harganya lebih mahal. Jadi kita ganti dengan kain tile,” ungkapnya.
Mereka menggunakan lebih dari 50 ilalang untuk hiasan di karya hantaran. Selain hantaran, mereka pun membuat hiasan dinding yang berasal dari bahan kain selimut, tissue dan kertas crap. Tissue dan kertas crap mereka campurkan dengan menggunakan lem kemudian ditempelkan di papan yang sudah dibentuk. Total biaya yang digunakan untuk membuat semua karya tersebut sebesar 200 ribu. “Kita menggunakan kayu yang sudah kita gunakan di kegiatan sebelumnya. Awalnya kita mencari 50 ilalang tapi karena kurang akhirnya kita mencari lagi. Kalau untuk backdrop itu dari kain selimut, tisu dan kertas crap untuk membuat bunga. Kita modalnya hanya beli kain selimut di kenalan teman kami harganya 20 ribu per meter kami menggunakan 30 meter kain selimut. Kita pakai 5 box tissue, total modalnya 200 ribu an,” tutupnya. (nad)