METROPOLIS

Rumah dan Sekolah Rawan Intimidasi

KARAWANG, RAKA – Kepercayaan diri anak bisa hancur saat jadi korban perundungan. Peristiwa itu rawan terjadi di sekolah atau tempat dia bermain. Jika sudah terjadi, perlu penanganan yang intensif dari orangtua hingga guru.
Staf Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Karawang Karina Nur Regina menyampaikan, korban perundungan kerap menarik diri dari lingkungan sosial. Mereka tidak nyaman bahkan cenderung tidak ingin sekolah atau bertemu dengan teman-temannya. Keluarga terutama orang tua korban mesti memberi pendampingan agar psikis sang anak kembali pulih. Upayakan agar anak mendapatkan kembali kepercayaan dirinya dan mau untuk berbaur dengan lingkungan sosialnya. Salah satu caranya adalah dengan memperhatikan potensi sang anak, dan buat ia menyadari dan meyakini hal itu. Dengan demikian ia akan kembali percaya diri dan tidak larut pada perundungan yang dialami. Regina menyampaikan, hal lain yang juga penting adalah mempersiapkan agar anak tersebut tidak kembali mengalami perundungan. Maka pendampingan pun mesti dilakukan terhadap pelaku, sebab bagaimanapun pelaku juga anAak-anak yang mesti dilindungi. Ia yakin perilaku tersebut bukan terjadi begitu saja melainkan disebabkan berbagai faktor. Pada umumnya, anak pelaku perundungan berusaha mencari perhatian dengan perilaku yang ia lakukan. Ini menjadi sinyal bisa jadi anak tersebut kurang mendapatkan kasih sayang. Saat ini banyak anak yang kurang merasakan kehadiran orang tua, baik itu karena kesibukan kerja orang tua atau hal lainnya. Sebab itu sudah semestinya orang tua memberikan perhatian lebih dan kasih sayang serta mengawasi perilaku anaknya.
Sebagai orangtua harus bisa berusaha menjadi teman bercerita bagi sang anak, sebab kasus yang kerap terjadi dengan penanganan yang lambat adalah saat tidak ada komunikasi yang baik antara anak dengan orang tua. Yang perlu diingat adalah anak bukan hanya membutuhkan figur ibu, melainkan juga figur seorang ayah.
“Anak harus diarahkan pada kegiatan positif untuk menghindarinya dari perilaku negatif seperti perundungan,” ujarnya.
Praktisi pendidikan, Januariya Laili mengungkapkan, kasus perundungan yang terjadi di sekolah, kemudian tersiar kabar di pemberitaan, itu hanya sebagian kecilnya saja. “Perundungan di sekolah seperti gunung es. Yang terlihat hanya di puncaknya saja dan sebagian kecil. Padahal di bawahnya itu banyak,” ungkapnya
Namun, lanjutnya, menjadi sebuah persoalan ketika banyak siswa mengalami perundungan tetapi tidak melaporkan. Padahal sekolah sudah memfasilitasi kepada guru BK atau guru wali kelas. Misalnya terjadi pencemaran nama baik, kekerasan, pelecehan, atau pengancaman yang dialami siswa. “Hal tersebut karena siswa takut. Juga belum mengetahui batasan mana yang disebut bullying dan tidak disebut bullying,” tuturnya.
Apalagi, menurutnya, kondisi saat ini marak terjadi normalisasi ketika mem-bully, dengan memukul. Termasuk saling merendahkan di sosial media, itu dianggap bukan suatu masalah. Hal itu justru dianggap normal yang terjadi hari ini. Selain itu, citra atau stigma secara turun-temurun kepada guru BK adalah citra buruk. Seperti ketika mengunjungi BK berarti sedang memiliki suatu masalah. Padahal dengan ke BK bisa untuk konsultasi atau keperluan lainnya. “Anak-anak masih memiliki stigma buruk kepada BK. Sehingga perlu diubah citra tersebut, mungkin dengan mengadakan kegiatan yang lebih fun atau yang memenuhi kebutuhan anak-anak,” jelasnya.(psn)

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button
Verified by MonsterInsights