HEADLINEMETROPOLIS

“Saya Masih Sakit Hati…”

KARAWANG, RAKA – Hari ini, seluruh dunia memperingati Hari Anak Sedunia. Hari dimana anak-anak harus bergembira, lepas dari bayang-bayang ancaman kekerasan, dan bidikan para predator seks.

Namun, itu tidak berlaku bagi korban dan keluarganya. Mereka masih bisa mengingat dengan jelas, ternyata penampilan dan prilaku baik terkadang bisa menipu. Sebut saja K, warga Klari yang menjadi korban pencabulan oleh pelatih sepakbola.

Peristiwa memilukan itu terjadi bulan Maret tahun 2017. Korban tidak pernah tahu, jika yang dilakukan sang pelatih adalah perbuatan bejat. Dia tidak pernah mengerti kalau prilaku orang yang mendidiknya mengolah si kulit bundar adalah perbuatan yang sangat terlarang. Hari itu, Senin, 6 Maret, dia tiba-tiba mengeluh kesakitan di bagian organ intimnya. Dia merasakan sakit tak biasa. Akhirnya keluhan itu disampaikannya kepada orang tua. ND (50) orang tua korban mendesak K untuk bercerita penyebab luka tersebut. Mendengar penuturan anaknya, ND kaget. Dia tidak menyangka jika anaknya sudah menjadi korban pencabulan. Pengakuan K lantas menjadi buah bibir di kalangan ibu-ibu. Khawatir anak sendiri menjadi korban, para ibu itu lantas mengumpulkan anak-anak yang kerap bergaul dengan Oki. “Saat dikumpulkan itulah, muncul pengakuan dari banyak anak di lingkungan ini, jika pernah dicabuli oleh OMA,” kata Nandang kepada Radar Karawang.

Ia melanjutkan, semula tak seorang pun warga yang menduga pelaku bisa melakukan perbuatan tidak terpuji itu. Selain bekerja sebagai buruh pabrik dan pelatih sepakbola, pelaku juga sering mengajak anak-anak ke masjid. Sehingga keberadaannya di sekitar tempat kontrakan, mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. “Dia merayu anak-anak dengan iming-iming uang. Kalau ada anak yang tidak mau melayani, diancam dikeluarkan dari klub sepakbola,” katanya.

Lain lagi dengan cerita Yl (42) orang tua korban di Karawang Timur. Anaknya sudah menjadi korban perbuatan bejat tukan bakso, RK (43). Dia mengatakan, pelecehan yang menimpa putrinya, itu terjadi saat korban sedang bermain bersama teman sebayanya di depan rumah kontrakan pelaku. “Anak saya diiming-imingi permen oleh pelaku sebelum melakukan hal tidak senonoh. Korbannya juga bukan anak saya saja, ada 20 orang,” kenang Yulia.

A (17) korban pencabulan yang dilakukan oleh ayahnya sendiri, hamil lima bulan. Bahkan pernah dijual oleh pelaku, DS (47) ke lelaki hidung belang seharga Rp300 ribu hingga Rp500 ribu. Aksi bejat tersebut terungkap saat ibu korban curiga dengan perubahan fisik dan psikis anaknya. Setelah ditanya, korban kemudian menceritakan apa yang menimpanya. Sang ibu kemudian melaporkan kelakuan DS kepada polisi.

Sakit hati masih dirasakan AR (32) orang tua korban, warga Karawang Barat. Peristiwa yang terjadi tiga tahun silam itu membuatnya masih memedam rasa sakit. Anaknya yang masih berumur 7 tahun, diperlakukan tidak senonoh oleh pelaku, JE (45). “Pelaku sudah dipenjara, tapi saya masih sakit hati,” ungkapnya.

Namun, dia tidak mau bercerita banyak tentang kejadian tersebut. Dia juga tidak mau lagi mengingat hal itu. “Sudah, sudah cukup. Saya tidak mau mengingatnya lagi,” ujarnya.

Kanit PPA Polres Karawang Iptu Ade Saefudin menuturkan, motif kejahatan seksual terhadap anak di Karawang beragam. Biasanya si pelaku melancarkan aksi bejatnya dengan cara mengiming-imingi korban dengan uang atau karena korban merasa takut. “Kebanyakan usia 4 sampai 7 tahun. Ada juga yang dengan menjadi dukun cabul,” paparnya.

Ancaman hukuman bagi pelaku, lanjut Ade, berdasarkan Undang Undang Perlindungan Anak didenda Rp5 miliar atau ancaman hukuman maksimal 15 tahun. “Tahun sekarang lebih sedikit. Tahun kemarin kurang lebih sampai 50 kasus,” pungkasnya. (psn/nce)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Verified by MonsterInsights