KARAWANG

Simpan Pinjam Rawan Macet

ARMADA SAMPAH: Pengurus usaha jasa pengangkutan sampah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Cikampek Utara, Kecamatan Kotabaru, Usep di samping armada sampah andalan BUMDes tersebut. Penghasilan dari pengelolaan sampah mencapai Rp10 juta per bulan.

BUMDes Harus Kreatif Jalankan Usaha

KARAWANG, RAKA – Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang menjadi harapan untuk mendongkrak perekonomian masyarakat desa, harus kreatif dalam menggali potensi usaha. Karena jika tidak digarap serius, bukan tidak mungkin mengalami kebangkrutan.

Hingga saat ini, usaha yang paling banyak digarap BUMDes adalah simpan pinjam. Meski keuntungannya tidak sebanding dengan resiko macetnya pengembalian utang, tetap saja usaha simpan pinjam kerap menjadi unggulan para pengurus BUMDes.

Seperti yang dilakoni BUMDes Maju Bersama Desa Sukaharja Kecamatan Telukjambe Timur. Kepala BUMDes Maju Bersama Desa Sukaharja Memed Mardiantara menceritakan, BUMDes yang dikelolanya awal mula beroperasi pada tahun 2015, namun baru punya ruko sendiri pada tahun 2018. Sampai sejauh ini ada dua jenis usaha yang dijalankan yakni usaha produktif dan usaha non produktif. Usaha produktif berupa penjualan barang-barang retail dan sembako sepeti gas dan beras, selain itu juga menyediakan jasa penyewaan tenda. Adapun usaha non produktif yang dimaksud adalah simpan pinjam bagi masyarakat Desa Sukaharja, yang dalam perjalanannya terdapat kendala jumlah dana pinjaman tidak seimbang dengan jumlah dana simpanan. Meski demikian, dia menganggap keseluruhan program usaha yang dijalankan BUMDes Maju Bersama terbilang lancar. “Alhamdulillah kita sampai kebeli mobil pick up sendiri untuk operasional BUMDes, buat beli barang atau mengantar tenda sewaan,” ceritanya.

Hal serupa dialami BUMDes Trimekar, Desa Mekarmulya, Kecamatan Telukjambe Barat. Program simpan pinjam tidak berjalan lancar. Pasalnya pinjaman tersebut oleh beberapa nasabah dianggap hibah. “Kalau sama bank emok mereka tuh bayar, nah uang dari kita dianggap hibah dari desa jadi meraka gak perlu dikembalikan,” terang Direktur BUMDes Trimekar Rohadi.

Rohadi menuturkan, BUMDes Trimekar dibentuk tahun 2015, sedangkan program simpan pinjam tersebut dimulai pada tahun 2016. Awalnya program simpan pinjam ditujukan untuk bantuan modal usaha bagi warga Desa Mekarmulya yang kurang mampu. Namun seiring berjalan waktu kredit nasabah macet hingga akhirnya pada tahun 2018 sampai saat ini program tersebut dihentikan. “Adapun dana bergulir yang tersisa masih disimpan baik sebagai bekal penambahan modal untuk bidang usaha lain nantinya,” ujarnya.

Hal sebaliknya berlaku untuk usaha penyewaan perlengkapan tenda, meski penyewaan tidak terlalu intens dan bergantung pada bulan-bulan tertentu yang ramai diadakan pesta, setidaknya tenda ini memberi pemasukan bagi BUMDes Trimekar. “Tenda itu 2017 akhir, mulai 2018an lah, ada panggungnya, kursi, genset, dan piring-piring, ” terangnya.

Ia memaparkan, biaya sewa tenda untuk keperluan pribadi warga Mekarmulya dipatok Rp250 ribu. Namun untuk keperluan umum seperti acara desa, RW, keagamaan di masjid, tidak dipungut biaya sewa. “Mereka hanya mengeluarkan biaya operasional untuk trasportasi dan jasa pemasangan. Bebas biaya sewa juga berlaku untuk keperluan pengajian warga yang meninggal dunia,” ujarnya.

Ahmad Rifa’i, kepala unit Simpan Pinjam BUMDes Bulle Jaya, Desa Jatimulya, Kecamatan Pedes, mengaku masyarakat hanya meminjam uang saja, tapi susah untuk bayar setoran. Karena mereka menganggap uang yang digunakan itu sebatas milik desa, padahal uang tersebut untuk diputar kembali. “Kita sering menagih, bahkan dibuatkan surat peringatan, tapi kita tidak terlalu memaksa,” ujarnya. (nce/mra)

Related Articles

Back to top button