BIAYA MAHAL: Mahasiswa keberatan dengan biaya yang mahal di kampus Unsika. Apalagi untuk masuk ke kampus negeri ini melalui jalur mandiri, uang pangkal yang meski disediakan Rp15 juta hingga Rp45 juta.
Terendah Rp15 Juta
KARAWANG, RAKA – Unsika sebagai satu-satunya perguruan tinggi negeri di Karawang belakangan menjadi perbincangan khalayak. Hal ini tak lepas dari keputusan rektorat memungut iuran pengembangan institusi kepada mahasiswa baru tahun akademik 2020/2021 yang diterima melalui jalur mandiri. Iuran tersebut menyasar mahasiswa baik program diploma, sarjana, maupun pascasarjana.
Bedasarkan daftar besaran biaya iuran yang beredar, program S1 Teknik Industri mendapat patokan biaya tertinggi yakni Rp45 juta. Disusul program S1 Teknik Informatika dan Farmasi Rp40 juta. Sedangkan patokan biaya iuran terendah berlaku untuk semua program pascasarjana yakni Rp 15 juta.
Ridwan Alif Raihan (18), pemuda asal Purwasari yang mendaftar ke Unsika jalur mandiri tahun ini mengaku telah mengetahui adanya rencana biaya iuran tersebut. Sepengetahuannya, besaran iuran program S1 Pendidikan Agama Islam yang diminatinya dipatok Rp15 juta. Ia mengaku tidak masalah dengan biaya tersebut demi pendidikan. “Cuma gak enak saja sama ibu, soalnya saya baru sekarang biaya pendidikan sebesar itu,” ucapnya, Kamis (16/7).
Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Unsika Wawan (22) menganggap, kebijakan membuat patah hati mahasiswa di masa pandemi. Ia menyampaikan setidaknya terdapat lima alasan menolak kebijakan tersebut. Pertama adalah adalah penetapan besaran iuran yang dilakukan sejak awal sehingga wali mahasiswa mau tidak mau mesti mengikuti kebijakan tersebut.
Dikatakan Wawan, berdasarkan Permenristekdikti mengatakan uang pangkal semestinya memperhatikan keadaan ekonomi wali mahasiswa. Semestinya ada mekanisme pencocokan kemampuan ekonomi para wali mahasiswa sebelum ditetapkannya besaran iuran. Namun yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya dimana besaran iuran telah ditetapkan sejak awal. Pola seperti ini disebutnya juga terjadi di kampus lain sehingga uang pangkal dimanapun memang tidak benar-benar terjangkau.
Alasan kedua adalah mahasiswa jalur mandiri nantinya akan mendapat fasilitas dan pengajaran akademis yang sama dengan mahasiswa jalur SNMPTN maupum SBMPTN. Padahal mahasiswa jalur mandiri ini membayar lebih mahal jika nantinya biaya iuran pengembangan tersebut diterapkan. “Ketiga, dengan tingginya presentase mahasiswa jalur mandiri yang dikhawatirkan jadi ajang kampus meraup keintungan besar dan muncul stigma jalur mandiri adalah jalur bagi orang mampu,” paparnya.
Alasan keempat yang ia kemukakan adalah kebijakan ini keluar pada momen yang tidak tepat yakni saat pandemi corona. Bagi keluarga yang terdampak ekonomi akibat pendemi ini tentunya menjadi hal yang dilematis bagi anak mereka untuk daftat jalur mandiri sebab tidak diterima jalur SNMPTN maupun SBMPTN. Mereka harus berlikir dua kali apakah tetap mencona melanjutkan mimpi dengan besaran UKT dan uang iuran pengembangan yang tinggi. “Kalau kita lihat UU No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, pemberlakuan uang pangkal dapat menimbulkan adanya ketidakadilan dan diskriminasi dalam konotasi negatif terhadap penyelenggaraan pendidikan tinggi,” terangnya.
Hingga berita ini ditulis, Rektor Unsika Prof. Sri Mulyani Ak, CA belum memberikan keterangan. Begitupun Kepala Biro Umum dan Keuangan Unsika Dra. Salhefni menolak untuk ditemui meskipun berada di kantornya. Sementara Kepala Biro Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, Kerjasama, dan Hubungan Masyarakat,
Drs. Dida Herwanda Barnas tidak banyak memberikan keterangan. Dida mengakui adanya rencana iuran pengembangan institusi bagi mahasiswa baru jalur mandiri. Hal tersebut sebagai upaya mengajak orang mampu di Karawang untuk bersama membangun Unsika. “Betul kita itu ingin membangun Unsika sarana prasarana yang serba kekurangan dari situ, karena dalam aturan memang ada diperbolehkan iuran pengembangan,” terangnya.
Ia juga menyampaikan perguruan tinggi lainnya telah lebih dahulu menerapkan kebijakan serupa sedangkan Unsika baru tahun ini akan menerapkannya. Di samping itu, menurutnya, jalur mandiri tidak bisa dikatakan hanya untuk orang mampu, sebab 25% dari kuota mahasiswa jalur mandiri diperuntukan untuk pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP). “Mungkin nanti dilihat juga berapa penghasilannya, tentunya kami tidak akan memberatkan lah, kami akan melihat juga kemampuannya, tapi bagi yang mampu harus lah membantu Unsika,” singkatnya. (din)