
KARAWANG, RAKA – Hawa panas bulan Juni belum juga mereda ketika satu per satu pintu rumah di sejumlah titik di Karawang digedor aparat. Suara langkah tergesa, teriakan perintah, dan deru kendaraan patroli mengiringi operasi yang digelar tanpa banyak suara.
Di balik itu, Satresnarkoba Polres Karawang tengah menuntaskan satu per satu mata rantai kejahatan narkotika yang telah lama menggerogoti masyarakat.
Baca Juga : Niat Bunuh Diri di Depan Istri Malah Berujung Pembunuhan
Selama dua bulan, tepatnya dari Mei hingga Juni 2025, tim Satresnarkoba berhasil mengungkap 25 kasus narkoba.
Di balik deretan angka itu tersembunyi kisah panjang tentang perburuan jaringan gelap yang bekerja diam-diam, menyusup di balik warung kelontong, sistem tempel, hingga produksi rumahan.
Wakapolres Karawang, Kompol Rizky Adi, menjadi wajah tegas di balik keberhasilan ini. Ia menuturkan, dalam rentang waktu yang tidak panjang, pihaknya telah menangkap 37 tersangka.
Mereka bukan hanya pengguna, tetapi juga pengedar dan bahkan peracik zat adiktif berbahaya yang terus mencari celah di celah kehidupan warga.
Di hadapan wartawan, Kompol Rizky menjabarkan hasil kerja keras timnya. Barang bukti yang berhasil diamankan tak sedikit.
Hampir satu kilogram sabu tepatnya 916,05 gram ditemukan dalam berbagai kondisi. Ada yang masih dalam plastik kecil, ada pula yang sudah dikemas rapi dalam bungkus kopi, siap edar.
Selain itu, 9,65 gram tembakau sintetis, 4.062 butir obat keras terbatas (OKT), dan 51 butir psikotropika juga ikut disita.
Tonton Juga : PRINCE POETIRAY, PENGISI SUARA FILM JUMBO
Namun yang paling menarik adalah bagaimana para pelaku menjalankan bisnis haram ini.
“Kami menemukan beragam modus operandi,” ujar Rizky.
Untuk peredaran sabu, para pelaku menggunakan sistem tempel, teknik klasik yang membuat pengedar dan pembeli tak perlu bertemu. Barang ditaruh di titik tertentu, kemudian dikirim lokasinya via pesan singkat.
Berbeda dengan kasus OKT dan psikotropika, di mana pelaku justru memilih cara yang lebih terbuka, bahkan menggunakan sistem COD dan menitipkan barang di warung-warung.
Lebih kompleks lagi, pada kasus tembakau gorila, pelaku tak hanya menjual, tetapi juga meracik dan memproduksi sendiri, menjadikan dapur rumah sebagai laboratorium mini kematian.
Meski tampak rapi dan sistematis, para pelaku tak bisa menghindar dari jeratan hukum. Kompol Rizky menyebut, pelaku pengedar sabu dalam jumlah besar (lebih dari 5 gram) dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) junto Pasal 112 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009, dengan ancaman hukuman 5 hingga 20 tahun penjara, atau bahkan seumur hidup.
Sementara itu, pengedar tembakau sintetis dikenakan Pasal 114 ayat (1) junto 112 ayat (1) dari UU yang sama, dengan ancaman 4 hingga 12 tahun penjara.
Tak kalah berat, pelaku peredaran obat keras terbatas harus menghadapi Pasal 435 junto Pasal 436 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang bukan hanya membawa ancaman penjara hingga 12 tahun, tetapi juga denda antara Rp500 juta hingga Rp5 miliar.
Dalam raut wajah tegasnya, Kompol Rizky menyampaikan satu pesan yang tak terbantahkan perang terhadap narkoba tak bisa berhenti hanya pada penangkapan.
“Kami sangat serius mengungkap kasus-kasus ini. Setiap gram sabu yang kami sita, setiap tablet yang kami amankan, adalah nyawa yang diselamatkan dari jurang kecanduan,” pungkasnya. (uty)