Rupiah Menguat Tipis Usai Biden Umumkan Tak Maju di Pilpres AS
Radarkarawang.id – Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi menyampaikan nilai tukar kurs (rupiah) terhadap dolar AS ditutup menguat tipis 6,5 point di level Rp16.213 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.220 per dolar AS.
Ibrahim menyebut, penguatan rupiah ini didorong oleh ketidakpastian mengenai pemilihan presiden AS yang meningkat pada minggu ini. Utamanya setelah Presiden Joe Biden menarik diri dari pencalonannya dan menyatakan dukungannya untuk Kamala Harris.
“Harris terlihat mendapatkan cukup banyak delegasi dari Partai Demokrat untuk menjadi calon presiden dari partai tersebut, meskipun dia belum dicalonkan secara resmi,” kata Ibrahim dalam risetnya.
Meski begitu, Trump terlihat unggul dalam jajak pendapat dibandingkan Biden dan Harris, menurut data jajak pendapat CBS dan HarrisX minggu lalu. Namun jajak pendapat belum mencerminkan dampak mundurnya Biden.
Ibrahim menjelaskan, ketidakpastian politik ini memicu aliran dana safe-haven ke dalam emas tertahan oleh dolar. Namun, emas tetap memperoleh keuntungan yang kuat tahun ini, di tengah meningkatnya optimisme bahwa Federal Reserve akan mulai menurunkan suku bunga mulai bulan September.
Untuk diketahui, Bank sentral akan mengadakan pertemuan minggu depan dan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil pada saat itu. “Data dari Tiongkok menunjukkan pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal kedua, dengan penurunan suku bunga yang tidak terduga pada hari Senin tidak banyak mengangkat semangat,” jelasnya.
Sementara itu, penguatan rupiah juga didukung oleh sentimen di dalam negeri imbas dari ambisi Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8 persen selama lima tahun masa kepemimpinannya akan sulit tercapai, bila permasalahan struktural ekonomi Indonesia tak dibenahi.
“Karena permasalahan ini, selama dua periode Presiden Joko Widodo menjabat, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5 persen. Padahal, target Jokowi saat masa kampanye Pilpres pada 2014 silam pun tak pernah tercapai, yakni membuat ekonomi Indonesia tumbuh 7 persen,” jelasnya.
Untuk diketahui, stagnasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di level 5 persen dipicu oleh tak terjaganya daya beli masyarakat Indonesia, khususnya kelas menengah. Pada 2015 atau tahun pertama Jokowi efektif menjalankan roda pemerintahan, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,8 persen secara tahunan atau year on year (yoy), melambat dibandingkan 5,02 persen pada 2014.(jpg)