Radarkarawang.id- Jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) tensi politik di seluruh wilayah Indonesia mulai naik setelah pendaftaran peserta Pilkada Serentak 2024. Termasuk di Jawa Tengah, daerah yang menjadi salah satu pesta demokrasi menarik perhatian publik.
Namun, tahapan Pilkada yang masih berjalan diwarnai dengan kampanye negatif. Direktur Eksekutif Era Politik (Erapol) Indonesia Khafidlul Ulum menyatakan, kampanye negatif atau kampanye hitam dan kampanye jahat tidak boleh dilakukan. Apalagi, jika cara-cara yang diambil oleh peserta pemilu berpotensi menyebabkan perpecahan di masyarakat. Menurut Ulum, seluruh peserta pemilu harus menjauhkan diri dari segala bentuk kampanye negatif. Sebab, yang nantinya dirugikan adalah masyarakat. ”Terkait dengan potensi kampanye hitam ya memang tidak diperbolehkan.
Apakah itu soal membuat berita bohong, atau membuat berita kebencian antar masyarakat, misalnya tadi ada kasus membenturkan kaum santri dengan polisi, seolah-olah polisi tidak cinta dengan santri,” kata Ulum, Senin (2/9), seperti dikutip dari Jawa Pos.
Menurut Ulum, kampanye negatif seperti itu akan memantik persoalan yang dapat berbuntut panjang. Pria yang juga berlatar jurnalis itu menyebut, seharusnya energi para peserta pemilu digunakan untuk menyampaikan gagasan dan solusi. Sehingga nantinya masyarakat bisa memilih dan menetapkan pilihan dengan pertimbangan baik, bukan karena kampanye hitam yang dapat menimbulkan perpecahan.
”Kampanye hitam Itu kan akan memecah belah dan itu nanti tidak hanya dampaknya sekarang, agak lama. Kalau itu nanti digoreng terus, kan nanti akan menggumpal gitu kan. Sehingga itu menjadi bibit pertengkaran, adu domba di tengah masyarakat,” terang Ulum.
Sebab, dalam tahapan Pilkada di Jawa Tengah belakangan muncul kampanye negatif, ada pihak yang berusaha membenturkan Polri dengan santri. Sehingga, Pilkada yang seharusnya menjadi adu gagasan dan adu visi, berubah menjadi kampanye hitam yang menyesatkan. Sejumlah tagar negatif dimunculkan oleh salah satu pihak yang berlaga. Mereka menyangkut-pautkan kasus-kasus lama yang sebenarnya tidak berkaitan dengan Pilkada, seperti kasus penganiayaan di Pekalongan pada September 2023 lalu. (asy)