Ngajar di SLB Panggilan Jiwa
NGAJAR : Suasana belajar mengajar di SLB Cahaya Bangsa.
KARAWANG, RAKA – Menjadi guru untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bukan perkara gampang, di samping menyampaikan pelajaran, para guru Sekolah Luar Biasa (SLB) juga harus memiliki kesabaran yang ekstra.
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) untuk siswa SLB tidak bisa belajar seperti anak pada umumnya, sebagaimana dikatakan Aris Abdullrosyid yang sudah menjadi pengajar tidak kurang satu semester di SLB Cahaya Bangsa. Pihaknya mengaku menjadi guru anak berkebutuhan khusus ini dituntut untuk sabar dan menyesuaikan keinginan anak, berbeda dengan memberikan pelajaran kepada anak normal. “Saya juga ngajar di MI (Madrasah Ibtidaiyah), tapi cara ngajarnya juga beda sama anak-anak berkebutuhan khusus, lebih gampang ngajar siswa MI,” jelasnya, kepada Radar Karawang.
Mengajar di SLB lebih membutuhkan ketelatenan dan waktu lama agar siswa paham, karena kemampuan masing-masing anak tidak semua sama. Hal itu juga yang membuat Aris berani mengurungkan niatnya untuk menjadi tenaga pengajar di SLB Cahaya Bangsa, meski tidak mendapatkan gaji sepesarpun. “Kalau ngajar di SLB ini panggilan jiwa aja, awalnya saya juga tidak menyangka akan ngajar anak-anak kebutuhan khusus, tapi lama kelamaan saya senang bisa ngajar disini,” kata Aris yang merupakan lulusan PGSD di salah satu kampus swasta.
Sebelumnya, Aris merupakan pegawai di salah satu minimarket dengan upah diatas Rp3,5 juta, namun demi ingin mengajar difabel dan mendorong SLB Cahaya Bangsa supaya lebih berkembang, dia rela memutuskan berhenti bekerja sebagai kariwan minimarket. “Kebetulan saya kenal dengan kepala sekolahnya, terus saya coba ingin ngajar di SLB, akhirnya malah saya merasakan lebih nyaman ngajar disini,” pungkasnya. (mra)