Ngamen Angklung, Sehari Bisa Dapat Rp 1 Juta
CARI DUIT: Sejumlah pemuda ngamen menggunakan angklung di depan lampu merah Kemenag.
KARAWANG, RAKA – Jika biasanya mengamen hanya dengan menggunakan gitar, namun berbeda dengan sejumlah pemuda Cirebon yang mengamen di lampu merah kantor perpajakan Karawang. Dengan lima orang personil, mereka memainkan angklung yang dipadukan dengan beberapa alat musik lain sehingga terlihat unik dan lagu yang dinyanyikan terdengar lebih asyik.
Tak hanya pengendara yang melintas, masyarakat sekitar dan para pegawai di lingkungan instansi seperti kantor perpajakan dan Kemenag pun seolah menikmati alunan musik yang dimainkan para pemuda itu. Penghasilan yang didapat pun ternyata tak sedikit, dalam sehari para pemuda yang menamai grup musiknya dengan Papesta itu bisa mendapatkan uang Rp800 sampai Rp1 juta. “Kalau dapat uang gak nentu. Bisa 800 ribu sampai satu juta,” kata Aldo Suhadi salah satu personil pengamen itu.
Aldo yang masih kuliah di salah satu universitas di Cirebon itu mengaku, aktivitas mengamen di jalanan dari kota ke kota di wilayah Pantura itu dilakukan, untuk mengisi waktu pada saat teman-temannya sedang tidak ada pekerjaan. “Rata-rata di sana kerja tani. Jadi kalau lagi gak ada kerjaan ya kita ngamen. Di Karawang sudah 3 kali,” ujarnya.
Ahmad Fauzi (20), personil yang mempunyai keahlian bermain angklung ini mengatakan, terbentuknya grup musik angklung itu berawal dari kesamaan hobi terhadap musik. Oleh karena itu, mendapatkan uang yang banyak dari hasil ngamen bukan menjadi ukuran. Baginya suatu kesenangan dan kebanggaan ketika musik yang dimainkannya itu didengar dengan dan disaksikan dengan antusias oleh orang lain. “Gak malu sih. Malah senang dan semangat. Kalau uang seorang itu paling kebagian Rp60 atau 70 ribu. Itu sisa bayar mobil, konsumsi makan minum,” ungkapnya.
Karena hobinya terhadap musik, lanjut dia, jika nanti ia sudah bekerja di perusahaan, akan tetap menyalurkan hobinya itu dengan berkumpul dan bermain musik bersama temannya. “Ya kalau sudah kerja juga ya tetap aja. Namanya juga sudah senang. Paling kalau lagi libur aja,” ujarnya.
Acep Hamdani, seorang pengendara mengatakan, ia lebih menghargai para pemuda yang memiliki keahlian seperti itu, dibanding anak muda yang hanya memegang lap dan mengusap-usap motor sambil setengah maksa. “Saya lebih senang seperti ini. Dari pada tukang lap, gak dikasih gak mau pergi. Kalau ini kan mereka punya keahlian dan pakai modal juga. Itu kan alatnya harus dibeli. Kita dengarnya juga kan enak,” ungkapnya. (nce)