HEADLINEPurwakarta
Trending

Oknum Babinsa Purwakarta Larang Wartawan Liput Mediasi Kasus Perundungan

PURWAKARTA, RAKA – Seorang oknum Babinsa melarang sejumlah wartawan meliput jalannya mediasi antara pihak korban dan pelaku kasus perundungan (bullying) di lingkungan asrama MTsN 1 Purwakarta, Jawa Barat pada Selasa (7/10).

Peristiwa itu terjadi di asrama MTsN 1 Purwakarta, Kelurahan Purwamekar, Kecamatan Purwakarta, saat pihak Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Purwakarta bersama pihak madrasah dan orang tua siswa menggelar forum islah atau mediasi.

Hadir dalam proses mediasi tersebut Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Purwakarta Munir Huda, pengelola asrama, aparat Polres Purwakarta, Babinsa, serta Bhabinkamtibmas setempat.

Baca Juga: Ini Nama-nama Pantai yang Populer di Pesisir Karawang

Namun suasana sempat menegang ketika seorang anggota Babinsa yang hadir di lokasi dengan nada tinggi meminta agar media tidak meliput kegiatan proses mediasi.

“Jangan diliput!” ucap oknum Babinsa itu dengan nada membentak.

Tindakan tersebut menimbulkan ketegangan sejenak dan memunculkan pertanyaan mengenai transparansi penanganan kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.

Padahal, kehadiran media dapat memberikan informasi yang berimbang serta menjadi sarana edukasi publik agar kejadian serupa tidak terulang.

Meski sempat terjadi ketegangan, proses mediasi tetap berlanjut hingga selesai. Suasana haru menyelimuti ruang mediasi ketika para siswa terduga pelaku menangis tersedu, bersimpuh, dan memohon maaf langsung kepada orang tua korban.

Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Purwakarta, Munir Huda mengatakan bahwa pihaknya bergerak cepat menindaklanjuti laporan keluarga korban.

“Kami langsung turun ke lokasi dan melakukan penelusuran. Dari hasil penyelidikan internal, ditemukan delapan siswa senior yang terlibat, sedangkan tujuh siswa menjadi korban,” ujarnya.

Ia menjelaskan, insiden tersebut terjadi di asrama putra pada Sabtu malam (4/10) dan berawal dari persaingan antara siswa senior dan junior.

Tonton Juga: KOPRAL BAGYO, TENTARA TERKUAT

“Anak-anak seusia mereka masih labil dan mudah terbawa emosi. Kesalahpahaman kecil bisa berkembang menjadi tindakan yang tidak semestinya,” jelasnya.

Menurut Munir, penyelesaian masalah ini melalui pendekatan keadilan restoratif (re justice) atau islah, yang menekankan pada pemulihan hubungan dan tanggung jawab moral.

“Kami ingin persoalan ini tidak berlarut. Semua pihak sudah saling memaafkan, dan anak-anak pelaku berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” katanya.

Dalam proses mediasi itu, suasana emosional tak terhindarkan. Orang tua para pelaku mengakui kesalahan anak-anak mereka dan memohon maaf kepada keluarga korban. Tangis haru pun mewarnai pertemuan tersebut.

Beberapa korban masih memilih tinggal di rumah karena trauma, sementara lainnya mulai kembali beraktivitas di sekolah. Sebagian korban juga mengalami lebam dan bengkak di wajah akibat aksi kekerasan tersebut.

Pihak madrasah memastikan akan memberikan pendampingan psikologis melalui guru Bimbingan Konseling (BK) bagi korban dan pelaku.

Kemenag Purwakarta juga menegaskan akan memperkuat pengawasan serta pembinaan karakter di lingkungan asrama agar perundungan tidak terulang.

Kasus ini tidak hanya menyita perhatian publik karena tindakan kekerasan antar siswa. Tetapi juga karena adanya pembatasan terhadap kerja jurnalis yang hendak menjalankan tugas peliputan di ruang mediasi. (yat)

Related Articles

Back to top button