32 Persen Dana Desa untuk Pembangunan

KARAWANG, RAKA – Dana desa di Desa Kondangjaya, Kecamatan Klari, selain untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19 serta ketahanan pangan, juga diperuntukan pembangunan infrastruktur atau pemberdayaan. Ada sekitar 32 persen anggaran dana desa yang diperuntukkan pembangunan dari Rp1,4 miliar dana desa yang didapat Desa Kondangjaya.
Kepala Desa Kondangjaya Anja Sugiana mengatakan, anggaran pendapatan dana desa Kondangjaya tidak hanya diperuntukkan untuk BLT Covid-19 saja, melainkan juga untuk pembangunan lainnya. “Dana desa Kondangjaya itu 40 persen untuk BLT covid, 25 persen untuk ketahan pangan dan 8 persen untuk penanganan covid, sisanya itu untuk pembangunan, ” katanya kepada Radar Karawang, Kamis (15/9).
Anja menambahkan, Pemerintah Desa Kondangjaya tidak hanya membangun infrastruktur saja melainkan juga pemberdayaan. “Di tahun 2022 ini kita dana desa buat posyandu, turap, drainase dan permasalahan stunting,” tambahnya.
Pria berpeci hitam ini menuturkan, sampai saat ini baru ada 15 posyandu dari 21 posyandu yang ada di Desa Kondangjaya. “Kurang lebih tinggal 6 lagi posyandu yang belum memiliki bangunan, dan rencananya akan kita selesaikan,” tuturnya.
Dia mengapresiasi kepada pemerintah pusat yang telah memberikan anggaran kepada desa yang begitu besar. “Tentunya ini kita harus berterima kasih kepada pemerintah pusat, desa sekarang sangat diperhatikan beda dengan dulu,” tandasnya.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) menyatakan, per 2 September sekitar Rp8 triliun dana desa telah digunakan untuk ketahanan pangan di desa. Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, capaian ini paling tinggi sepanjang tahun 2015 hingga saat ini. Tahun lalu saja penggunaan dana desa untuk ketahanan pangan hanya berkisar Rp 1,15 triliun. “Berarti hanya tersisa Rp 5 triliun yang belum termanfaatkan untuk ketahanan pangan, itu batas minimalnya. Nah saya pikir masih sangat longgar waktunya dan masih dimungkinkan pemanfaatan dan bisa melebihi pagu yang ada. Itu boleh. Artinya kalau 20% itu standarnya, seandainya di atas 20% juga boleh,” kata Abdul Halim
Ia menambahkan, hingga akhir tahun ini ditargetkan minimal 20% atau Rp13,6 triliun dari pagu dana desa Rp68 triliun digunakan untuk program ketahanan pangan. Adapun pemanfaatannya berupa infrastruktur di lokasi ketahanan pangan, bantuan sosial kepada kelompok tani, pemberdayaan kelompok tani, penambahan modal usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) unit usaha ketahanan pangan. Untuk pemanfaatan dana desa untuk ketahanan pangan, Kemendesa PDTT telah menerbitkan Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 82 tahun 2022 mengenai pedoman ketahanan pangan di desa. Hingga saat ini terdapat 16.155 BUMDesa telah memiliki unit usaha pangan. Dimana seluruhnya telah menyerap tenaga kerja di desa sebesar 100.911 pekerja. Dengan omzet total seluruh BUMDesa pangan satu tahun terakhir berjumlah Rp 990,5 miliar. “Tujuan ketahanan pangan di desa tentu meningkatkan ketersediaan pangan baik dari hasil produksi masyarakat desa maupun dari lumbung pangan Desa. Nah lumbung pangan Desa ini juga menjadi perhatian kita hari ini untuk antisipasi berbagai kemungkinan termasuk antisipasi perubahan iklim ekstrem,” jelasnya.
Selain Kepmendesa No 82 tahun 2022, Abdul Halim mengatakan pihaknya baru saja mengeluarkan Kepmendesa No 97 tahun 2022 mengenai pengendalian inflasi dan mitigasi dampak inflasi daerah pada tingkat desa. Menurutnya, pengendalian inflasi daerah pada tingkat desa adalah rangkaian kegiatan dalam lingkup wewenang desa yang difokuskan agar harga barang dan jasa di desa tidak mengalami kenaikan. Di antaranya melalui, penyediaan data dan informasi hasil produksi dan harga komoditas di desa, terutama pangan; produksi komoditas dari dalam desa, terutama pangan dan energi; kegiatan ekonomi terpadu mulai dari pasokan bahan baku, proses produksi, konsumsi, serta daur ulang limbah untuk kebutuhan energi. Selanjutnya, pengelolaan ketersediaan komoditas di desa, terutama pangan dan energi; bantuan kepada kelompok pengelola usaha tani dan nelayan; bantuan kepada unit usaha angkutan bahan pangan pada BUM Desa; penyiapan dan pengembangan pusat logistik di desa dan perdagangan online secara terbatas di dalam desa atau kerja sama antar desa. Kemudian langkah mitigasi dampak inflasi pada tingkat desa dalam Kepmendesa tersebut, pertama, optimalisasi Padat Karya Tunai Desa (PKTD), khususnya untuk warga miskin dan miskin ekstrem, pengangguran, perempuan kepala keluarga, berpenyakit kronis/menahun, dan kelompok marjinal lainnya. Kedua, penyaluran BLT Dana Desa kepada warga miskin dan miskin ekstrem yang belum mendapatkan bantuan sosial lainnya. Ketiga, penyaluran dana bergulir masyarakat oleh BUMDesa kepada warga miskin dan miskin ektrem. Keempat, program dan/atau kegiatan yang didanai dengan Dana Desa harus dilaksanakan secara swakelola. (fjr/psn)