
Belum lama ini bangsa Indonesia memperingati dua hari besar nasional, yaitu Hari Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan. Kedua hari tersebut memiliki nilai historis penting dalam perjalanan bangsa Indonesia, menjadi bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat. Kedua hari bersejarah yang memiliki jarak rentang waktu tersebut, memiliki benang merah dalam menggambarkan sisi peran pemuda di era sebelum dan pasca kemerdekaan.
Melihat pada sejahrahnya, Hari Sumpah Pemuda lahir dari semangat perjuangan kaum muda bangsa Indonesia, untuk menyatukan kekuatan demi kemerdekaan negara Indonesia. Tepatnya pada Kongres Pemuda II di Jakarta, tanggal 27-28 Oktober 1928, yang dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi pemuda, seperti PPPI, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Ambon, dan Pemoeda Kaoem Betawi.
Sementara itu, Hari Pahlawan diperingati sebagai bentuk penghormatan atas aksi heroik perjuangan rakyat Indonesia (masyarakat Surabaya) dalam pertempuran selama tiga minggu yang dimulai pada 10 November 1945. Sutomo (Bung Tomo) yang saat itu berusia 25 tahun, menjadi salah satu tokoh kunci perjuangan lewat pidatonya di Lapangan Banteng, Surabaya, yang juga disiarkan melalui saluran radio berhasil membakar semangat “arek-arek Suroboyo”.
Berkaca dari dua peristiwa bersejarah tersebut, peran pemuda menjadi salah satu bagian penting dalam membentuk tatanan masyarakat dan negara. Begitu pula saat ini di tengah arus persingan ekonomi global yang kompetitif, dan percaturan geopolitik dunia yang sangat mentukan arah kebijakan suatu negara dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan rakyatnya, pemuda harus tampil dan mengambil peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baca juga: Warga Keluhkan Jalan Rusak, PJT II Malah Minta Dibuatkan Akses Jalan Baru
Mengutip apa yang diungkapkan oleh Bertolt Brecht, seorang penyair Jerman yang hidup di abad ke-19, dalam salah satu puisinya: “The worst illiterate is the political illiterate, he doesn’t hear, doesn’t speak, nor participates in the political events. He doesn’t know the cost of life, the price of the bean, of the fish, of the flour, of the rent, of the shoes and of the medicine, all depends on political decisions. The political illiterate is so stupid that he is proud and swells his chest saying that he hates politics. The imbecile doesn’t know that, from his political ignorance is born the prostitute, the abandoned child, and the worst thieves of all, the bad politician, corrupted and flunky of the national and multinational companies.”
“Buta terburuk adalah buta politik. Ia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Ia tidak tahu biaya hidup, harga kacang, ikan, tepung, sewa, sepatu, dan obat-obatan, semuanya bergantung pada keputusan politik. Buta politik begitu bodoh sehingga ia sombong dan membusungkan dada, mengatakan bahwa ia membenci politik. Orang dungu tidak tahu bahwa dari ketidaktahuan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk, politisi yang buruk, korup, dan antek perusahaan nasional dan multinasional.”
Oleh karena itu, penting bagi generasi muda saat ini untuk ikut serta mengawal jalannya demokrasi. Hal tersebut untuk menjalankan salah satu amanat perjuangan Reformasi 1998 yang digaunkan oleh aktivis dan mahasiswa, dimana kebebasan masyarakat dalam bersuara dan menentukan arah kebijakan negara dapat dijamin melalui sebuah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan atas nama rakyat, demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Peran Generasi Muda dan Hak Suara
Menurut UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, pemuda adalah warga negara Indonesia yang berusia 16 hingga 30 tahun. Batasan usia ini diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang tersebut. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan, usia pemuda atau young people adalah 10-24 tahun, sementara usia remaja (adolescents) adalah 10-19 tahun. Istilah youth (pemuda) dan adolescents (remaja) sering digunakan secara bergantian, tetapi WHO secara spesifik mendefinisikan pemuda sebagai individu berusia 10-24 tahun.
Berdasarkan hasil pemutakhiran data pemilih yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karawang pada Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024, tercatat sebanyak 51,20 persen pemilih berasal dari kategori Generasi Z (17-24 tahun) dan Milenial (25-39 tahun), dengan masing-masing berjumlah 316.746 dan 594.268 pemilih. Sementara 48,80 persen sisanya terdiri dari Generasi X (40-55 tahun) dengan jumlah 570.809 pemilih, Baby Boomer (56-76 tahun) sebanyak 274.150 pemilih, dan Lansia (>76 tahun) berjumlah 23.234 pemilih.
Secara nasional, pemilih dalam DPT Pemilu 2024 berdasarkan data yang dirilis KPU RI pada 10 Juli 2023, dari total pemilih sebanyak 204.807.222, sebanyak 22,85 persen merupakan pemilih Generasi Z dan 33,60 persen pemilih Milenial. Sedangkan pemilih Generasi X sebanyak 28,07 persen, Baby Boomer 13,73 persen, dan Pre-Boomer (Lansia) 1,75 persen. Sedangkan berdasarkan rentang usia, pemilih berusia 17-30 tahun mencapai 31,23 persen, pemilih berusia 31-40 tahun mencapai 20,70 persen, dan sisanya sebanyak 48,07 persen merupakan pemilih berusia lebih dari 40 tahun.
Sementara pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Karawang serta Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat (Pemilihan Serentak) Tahun 2024, tercatat pemilih di Kabupaten Karawang kategori Generasi Z sebanyak 290.928 (16,15 persen), Milenial 605.568 pemilih (33,61 persen), Generasi X 580.564 pemilih (32,22 persen), Baby Boomer 283.795 pemilih (15,75 persen), dan Lansia 41.015 pemilih (2,28 persen).
Dari data-data tersebut, peran generasi muda di Kabupaten Karawang maupun di daerah-daerah lainnya di Indonesia dalam hal ini Generasi Z dan Milenial yang memiliki irisan usia pemuda dalam menentukan hasil Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 sangat besar. Sehingga penting disadari bahwa kesuksesan pesta demokrasi di Indonesia tidak lepas dari keterlibatan para pemuda, dalam mengawal demokrasi dan kontestasi politik baik di daerah maupun nasional. Salah satunya dengan menggunakan hak pilih untuk memilih para calon di Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024, dalam upaya mewujudkan pemerintahan baru di tingkat daerah maupun nasional yang lebih baik dari sebelumnya.
Mengutip apa yang disampaikan oleh Angota KPU RI, Agus Melaz saat menghadiri Seminar Nasional Kepemiluan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Udayana, Bali, pada tahun 2022 yang lalu. “Pemilu tidak hanya peran KPU sebagai penyelenggara, namun membutuhkan peran dan partisipasi dari semua pihak di seluruh Indonesia. Pemilu dianggap sebagai sarana integrasi bangsa, maka ini merupakan kesadaran bersama bahwa pemilu itu menjadi agenda nasional yang melibatkan setiap bentuk tanpa meninggalkan yang lainnya”.
“KPU menggunakan pemanfaatan teknologi dalam Pemilu dan Pemilihan. Pemilih muda fasih menggunakan teknologi digital diajak ikut membantu KPU dengan mengambil bagian menjadi Anggota KPPS, misalnya dari jumlah tujuh anggota KPPS, minimal satu dari mahasiswa yang membantu demi kelancaran Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024”.
Dari apa yang disampaikan oleh Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU RI tersebut, terdapat pesan penting bahwa generasi muda khususnya mahasiswa jangan hanya menjadi pengamat dan komentator dalam pesta demokrasi nasional maupun daerah, melainkan harus mengambil peran sebagai motor pembaharuan demokrasi dalam kerangka pelaksanaan pemilu dan pemilihan.
Namun sayangnya, hal tersebut tidak sejalan dengan partisipasi generasi muda di tingkatan ujung tombak penyelenggara, yakni Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Dari data yang dimiliki Sub-Bagian Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia (Parmas-SDM) KPU Kabupaten Karawang, jumlah generasi muda dalam rentang usia 17-30 tahun hanya berjumlah 7-8 persen, sisanya 93-92 persen masih didominasi oleh masyarakat berusia di atas 30 tahun dari total 6.890 TPS di Pemilu 2024 dan 3.793 TPS pada Pemilihan Serentak Tahun 2024.
Sementara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), keterlibatan pemuda (usia =<30 tahun) pada Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 sebesar 33-35 persen, sementara 67-65 persen sisanya berusia di atas 30 tahun. Dari total PPK berjumlah 150 orang yang tersebar di 30 kecamatan, rata-rata usia PPK di Kabupaten Karawang adalah 40 tahun. Sedangkan untuk Panitia Pemungutan Suara (PPS), pemuda yang terlibat sebanyak 30 persen dari total 927 orang yang tersebar di 309 desa dan kelurahan. Sementara sisanya sebanyak 70 persen berusia di atas 30 tahun, dengan rata-rata usia 40 tahun.
Perjuangan Demokrasi dari Ruang Akademis
Berbagai upaya dalam membangun ruang demokrasi yang lebih luas dijalankan oleh KPU RI dan KPU-KPU di daerah, termasuk oleh KPU Kabupaten Karawang. Salah satunya lewat kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih di berbagai kampus negeri dan swasta dengan menggandeng mahasiswa. Langkah tersebut merupakan bagian dari kesadaran terhadap sejarah perjuangan bangsa, dimana generasi muda (salah satunya mahasiswa) selalu menjadi garda terdepan perubahan tatanan sosial masyarakat maupun pemerintahan di Indonesia.
Ruang-ruang diskusi yang digalakan pemuda terbukti dapat melahirkan gerakan-gerakan perjuangan yang membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, mulai dari era kolonialisme yang melahirkan Boedi Utomo pada 20 Mei 1908 (dan diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional), sampai lahirnya gerakan Reformasi 1998 yang merubah sistem pemerintahan dan demokrasi di Indonesia saat ini.
Sejalan dengan hal tersebut, diskusi di ruang akademis melahirkan berbagai kerangka pemikiran yang disurakan mahasiswa dalam bentuk narasi dan tindakan kritis terhadap tata aturan pelaksanaan demokrasi dan pemerintahan, salah satunya geliat terhadap judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti pada Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden 40 tahun yang terdapat pengecualian bagi individu yang sedang/pernah dipilih dalam pemilu termasuk kepala daerah, maka batas usia minimal tersebut tidak berlaku.
Atau pada perkara 154/PUU-XXIII/2025 dimana Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menolak permohonan uji materi yang mengusulkan agar syarat pendidikan minimal bagi calon presiden, calon wakil presiden, calon anggota legislatif, dan calon kepala daerah dinaikkan menjadi lulusan sarjana (S-1). Kedua gugatan tersebut sama-sama diajukan oleh mahasiswa sebagai bukti nalar kritis terhadap aturan kepemiluan di Indonesia, terlepas dari masing-masing kontroversi yang mewarnai keputusan-keputusan tersebut.
Kegiatan diskusi yang dilakukan oleh berbagai elemen mahasiswa di ruang-ruang akademis, berhasil membuka pikiran generasi muda melihat demokrasi bukan hanya sekedar momentum pemilihan pejabat publik, melainkan makna demokrasi yang lebih dalam mengenai kebebasan berpendapat, berkelompok, menentukan arah kebijakan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Hal tersebut seperti pesan tersirat yang digambarkan oleh Bertolt Brecht, agar tidak ada lagi individu yang buta politik dan mengakibatkan satu kelompok menghegemoni kebijakan negara.
Kampus-kampus besar seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), dan lain sebagainya, menjadi laboratorium demokrasi dengan penyelenggaraan berbagai kegiatan diskusi bahkan debat calon yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dengan mengangkat teme-tema yang relevan dan isu-isu strategis yang dihadapi saat ini dan di masa mendatang. Harapan adanya perbaikan kehidupan demokrasi di Indonesia, mampu di jawab oleh generasi muda bukan hanya dengan protes dan aksi massa, melainkan juga melalui kajian ilmiah dalam ruang akademis yang mencerahkan.
Di Kabupaten Karawang, kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih dilaksnakan di berbagai kampus dengan menggandeng mahasiswa, seperti di Universitas Singaperbangsa Karawang, Universitas Buana Perjuangan, Universitas Sehati Indonesia, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Budi Pertiwi. Termasuk di sekolah-sekolah menengah tingkat atas, sebagai upaya memberikan pendidikan demokrasi sejak dini bagi para pemilih pemula, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu dan Pemilihan.
Berdasarkan penetapan hasil Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024, diketahui tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Karawang pada Pemilu 2024 mencapai 82 persen. Sementara pada Pemilihan Serentak (Pilkada) Tahun 2024, partisipasi pemilih mencapai 74,09 persen. Capaian tersebut tentu bukan hanya hasil dari sosialisasi KPU kepada masyarakat, namun juga terdapat peran generasi muda sebagai pemilih, penyelenggara, juga peserta (calon).
Partisipasi Pemuda dalam Kontestasi Politik
Sejumlah generasi muda turut mengambil peran dalam kontestasi politik di tahun 2024, baik sebagai calon anggota legislatif maupun eksekutif. Sedikitnya, ada 10 anggota DPR RI periode 2024-2029 yang berusia di bawah 30 tahun saat terpilih dalam Pemilu 2024 lalu (sumber: CNBC Indoneisa). Annisa Maharani Alzahra Mahesa, politisi dari Partai Gerindra tersebut merupakan anggota DPR RI termuda dari Daerah Pemilihan (Dapil) Banten II, dan terpilih saat masih berusia 23.
Ada pula Cindy Monica Salsabila Setiawan, politikus Partai NasDem yang terpilih saat berusia 24 tahun dari Dapil Sumatera Barat II. Serta Hillary Brigitta Lasut, politisi Partai Demokrat dari Dapil Sulawesi Utara, terpilih di usia 28 tahun. Sebelumnya ia juga pernah terpilih pada Pemilu 2019, dari Partai NasDem dan menjadi anggota DPR RI diusia 22 tahun.
Di Dapil Jawa Barat VII yang meliputi Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi dan Purwakarta, Verrel Bramasta berhasil mencuri perhatian publik. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengawali karirnya dari dunia entertainment sebagai penyanyi, model dan pemain sinetron tersebut berhasil menjadi anggota DPR RI 2024-2029 saat berusia 28 tahun.
Sementara itu, publik tertuju pada sosok Gibran Rakabuming Raka, anak Presiden Joko Widodo yang mencalonkan diri menjadi Wakil Presiden di usia 36 tahun. Terlepas dari berbagai kontroversi dan dinamika politik yang mewarnai proses pencalonannya akibat putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, ia berhasil menjadi Wakil Presiden Indonesia ke-14 mendampingi Presiden Prabowo Subianto.
Dalam kontestasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Serentak Tahun 2024, juga tidak luput dari pembuktian para pemuda dalam kontestasi politik. Salah satunya Vinanda Prameswat yang berhasil terpilih sebagai Walikota Kediri, Jawa Timur, diusia 26 tahun dan merupakan kepala daerah termuda yang dilantik oleh Presiden Prabowo pada 20 Februari 2025. Selain itu, ada Bupati Kabupaten Bekasi, Ade Kuswara Kunang yang berusia 31 dan Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution yang berusia 33.
Di Kabupaten Karawang, berdasarkan data yang dimiliki KPU, dari total 690 calon anggota legislatif DPRD Kabupaten Karawang pada Pemilu 2024, terdapat 111 calon atau 16,09 persen masuk kategori pemuda (usia =< 30 tahu), dimana empat orang diantaranya terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Karawang periode 2024-2029. Sementara sebanyak 579 calon atau 83,91 persen berusia di atas 30 tahun. Dengan rata-rata usia calon legislatif DPRD Kabupaten Karawang 42 tahun.
Keempatnya adalah Ahmad Sofyan Junaedi Putra, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berusia 24 tahun. Ia menjadi anggota DPRD Kabupaten Karawang, terpilih dari Dapil Karawang 5. Selanjutnya Muhammad Topan Megantara, politisi Partai Golkar berusia 27 tahun dan Sugih Laksana Futra, politisi PKS berusia 27 tahun, keduanya terpilih dari Dapil Karawang 1. Serta Iqbal Jamalulail, politisi Partai Gerindra berusia 27 tahun, dari Dapil Karawang 2.
Meski secara statistik keterpilihan generasi muda (Gen Z dan Milenial) berusia di bawah 30 tahun masih sangat minim jika dibandingkan dengan generasi di atasnya, namun keberadaan meraka patut mendapat apresiasi sebagai wujudnyata eksistensi para pemuda di kancah perpolitikan nasional dan daerah. Dengan harapan keberadaan para politisi muda tersebut dapat menjadi penyeimbang, dan varian lain yang dapat menjadi saluran aspirasi masyarakat khususnya generasi muda.
Masa Depan Demokrasi di Tangan Pemuda
Mengutip pribahasa Arab “Syubbanul yaum rijalul ghad”, pemuda hari ini pemimpin masa depan. Peran generasi muda khususnya pemuda dalam pembangunan demokrasi Indonesia yang lebih baik dari waktu ke waktu sangatlah penting. Oleh karena itu, kesadaran terhadap peran dan tanggungjawab sebagai warga negara dalam setiap momentum demokrasi (dalam hal ini kontestasi politik di Pemilu dan Pemilihan), perlu diimplementasikan para pemuda secara nyata, dengan melibatkan diri menjadi agent of chance dalam peran sebagai pemilih, penyelenggara, peserta, atau sebagai individu di tengah-tengah masyarakat yang memberikan nilai pendidikan politik ke masyarakat di sekitarnya.
Jika kesadaran tentang hal tersebut muncul secara kolektif dan masif di dalam diri para pemuda, maka di masa mendatang akan banyak muncul tokoh-tokoh muda yang hebat seperti Jenderal Sudirman, Sutomo (Bung Tomo), WR Supratman, Sutan Sjahrir, Ibrahim Datuk Sutan Malaka (Tan Malaka), Sayuti Melik, Muhammad Yamin, dan lain sebagainya. Pemuda hari ini akan memastikan perjalanan estafet kepemimpinan di daerah dan nasional berjalan dengan baik, demokratis, dan berlandaskan Pancasila. Serta mewujudkan Indonesia Emas Tahun 2045.
“Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu pemuda dapat mengubah dunia”, apa yang diungkapkan Bung Karno (Ir. Soekarno), Presiden Pertama Indonesia, lewat kalimat tersebut memiliki pesan penting bahwa pemuda memiliki kekuatan besar untuk melakukan perubahan dalam berbagai hal, termasuk menjadi pahlawan demokrasi untuk masa depan bangsa dan negara. Dan pada akhirnya, semua kembali pada pemahaman pribadi para generasi muda masing-masing mengenai makna demokrasi sesungguhnya, dan sejauh mana demokrasi penting untuk diperjuangkan.(*)
Oleh
Putra Muhammad Wifdi Kamal
Anggota KPU Kabupaten Karawang



