KARAWANG, RAKA – Sudah sepekan lebih persoalan kebocoran minyak di laut utara Karawang hingga kini belum tuntas. Jika terus berlarut-larut, dikhawatirkan bisa berdampak buruk pada lingkungan di pesisir.
Rosmalia Dewi, sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Karawang mengatakan, pihaknya belum bisa menganalisa apa yang akan menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang dari adanya pencemaran yang dilakukan Pertamina terhadap laut di wilayah pesisir. DLHK Karawang juga belum bisa mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan air laut yang sudah tercemari oleh minyak mentah dari Pertamina. “Belum tahu sampai kapan itu akan tercemarnya. Dari Pertamina sendiri belum memberikan kepastian apalagi dari kita,” ungkapnya, Selasa (30/7).
Menurutnya, DLHK Karawang hanya berupaya untuk menanggulangi masalah tersebut. Namun karena sumber kebocoran sangat besar maka belum bisa diperkirakan kapan itu akan realisasi. “Itu sudah bukan bocor. Kalau bocor ditutup juga sudah selesai. Ini sampai sekarang belum selesai,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, siang kemarin pihaknya bersama Dinas Perikanan mengadakan rapat dan beberapa pembahasan mengenai pencemaran. Namun sampai saat ini belum ada keputusan. “Tadi ada rapat di perikanan. Tidak tahu nanti akan ada kompensasi atau bagaimana,” paparnya.
Terpisah, Neni, staf Seksi Kesehatan lingkungan mengatakan, Dinas Kesehatan (Dinkes) Karawang sudah beberapa kali ke lokasi yang terdampak pencemaran minyak Pertamina melalui puskesmas. Namun berdasarkan pencatatan dari laporan pihak puskesmas. Tidak ada masyarakat yang sakit yang disebabkan pencemaran. “Kami sudah beberapa kali turun ke lapangan melalui puskesmas. Tapi tidak ada yang sakit karena kebocoran. Karena itu lebih ke lingkungan yang sangat terdampaknya. Kalau ke kesehatan tidak ada,” tuturnya.
Terpisah, Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karawang Supriatna mengatakan, sampai saat ini belum ada laporan dari satgas mengenai korban jiwa. Hanya saja, pasca bocornya Pertamina terjadi pencemarandi beberapa pantai seperti Sedari, Pisangan, Tanjungpakis. “Kalau korban jiwa tidak ada. Yang adanya pencemaran pantai karena limbah minyak mentah,” katanya.
Dikatakan Supriatna, dampak dari adanya pencemaran minyak terhadap pantai itu berimbas kepada para petani garam dan nelayan di pantai Tambaksari dan Tambaksumur Kecamatan Tirtajaya. Para petani garam tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya. Karena pantai yang dijadikan tempat beraktivitasnya tercemari oleh minyak Pertamina. “Kalau nelayan masih bisa. Hanya saja tidak maksimal dalam menangkap ikan. Tapi saya tidak menyebutkan bahwa itu kerugian,” ujarnya.
Mengenai banyaknya tambak ikan yang mati, kata Supriatna, beberapa hari lalu sempat dikabarkan ada 800 hektare tambak yang tercemari minyak sehingga ikan di tambak tersebut banyak yang mati. Namun setelah dilakukan pengecekan ke lapangan, 800 hektare tambak tersebut tidak terkena imbas dari pencemaran. “Matinya itu karena keracunan pakan. Karena air tidak bisa diganti jadi keracunan makanan,” ujarnya. (nce)