Pencari Kerja Versus Robot, Robotisasi Lebih Disukai Pengusaha
KARAWANG, RAKA – Di Kabupaten Karawang tercatat ada 137.412 pengangguran, 96.295 orang aktif mencari pekerjaan. Namun, hanya 176 perusahaan dari 3.916 perusahaan yang tercatat ikut dalam program infoloker yang digarap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Karawang.
Melihat itu, tingkat persaingan mendapatkan pekerjaan pun menjadi sangat sengit. Warga Karawang tidak hanya bersaing dengan pencari kerja yang juga berasal dari Kota Pangkal Perjuangan. Namun, para pemburu kerja dari daerah lain pun mengadu nasib di daerah pemilik kawasan industri terbesar ini. Jika berhasil menjuarai persaingan, para pencari kerja tidak bisa bernafas lega begitu saja. Pasalnya, para pengelola perusahaan lebih senang memposisikan buruhnya sebagai tenaga kontrak. Bahkan ada juga yang berstatus magang. Itu artinya, tidak ada jaminan para pekerja berstatus kontrak bisa bertahan lama bekerja. Rata-rata mereka dikontrak satu sampai dua tahun. Setelah itu, mereka kembali menganggur dan kembali berburu pekerjaan. Begitu terus. Hingga akhirnya umur para pencari kerja tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon buruh yang ditetapkan perusahaan.
Kekinian, memasuki era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan penggunaan teknologi digital, diprediksi akan ada banyak jenis usaha yang tidak berkembang bahkan hilang. Diantaranya, industri padat karya bakal digantikan dengan mesin. Proses otomatisasi diperkirakan akan semakin masif dalam beberapa waktu ke depan. Artinya, persaingan para pencari kerja di kemudian hari bukan saja dengan sesama manusia, tapi juga harus bisa bersaing dengan robot.
Guru SMK Texmaco Purwasari, Suradhi mengatakan, persoalan para pencari kerja saat ini, selain bersaing dengan masyarakat luar Karawang, juga bersaing dengan dunia robotik. “Untuk menghadapi kompetisi yang sangat ketat ini, memang rasanya perlu di sekolah-sekolah memiliki Balai Latihan Kerja sendiri,” ujarnya kepada Radar Karawang, kemarin.
Hal serupa juga disebutkan oleh Aulia Rahma, warga Sarimulya, Kecamatan Kotabaru, mengatakan, sebagai praktisi rekayasa perangkat lunak dia memprediksi dalam waktu dekat semakin banyak pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh manusia, diambil alih oleh robot. “Contoh nyata yang bisa kita lihat dengan mudah adalah penjaga pintu tol. Dulu dikerjakan oleh manusia. Kini, diambil alih oleh pintu otomatis,” tuturnya.
Ia melanjutkan, teknologi robotik juga mulai menggeser penjual minuman dan makanan ringan di sejumlah mal, rumah sakit dan beberapa kampus serta sekolah. “Kalau kita lagi haus, cukup masukan sejumlah uang ke dalam mesin minuman, kemudian tekan tombol minuman apa yang mau dipilih. Lalu, minuman yang diinginkan tinggal diambil. Ini artinya, pedagang di masa depan tidak diperlukan lagi,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan Agus Salim, praktisi pendidikan jurusan otomotif yang tinggal di Kotabaru mengatakan, di sejumlah perusahaan otomotif sudah mulai banyak mengurangi pekerja karena digantikan dengan robot. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) misalnya, sudah menggunakan robot di bagian pengelasan. “Harus ada revolusi kurikulum untuk menjawab tantangan zaman ini. Jika tidak segera disikapi, maka akan lebih banyak lagi pengangguran di masa depan,” tuturnya.
Ketua DPD KNPI Karawang Guntar Mahardika mengatakan, persoalan pengangguran di Kabupaten Karawang hingga saat ini masih tinggi. Pemerintah Kabupaten Karawang belum menemukan formulasi yang cocok untuk mengatasi masalah tersebut. ” Masalah pengangguran dari tahun ke tahun selalu ada, karena memang sampai saat ini belum menemukan formulasi yang pas untuk mengatasi masalah pengangguran,” katanya.
Guntar menambahkan, beberapa kebijakan telah dikeluarkan oleh pemda agar para pemuda bisa terserap di dunia industri. “Kita kan punya Perda Nomor 1 tahun 2011 terkait ketenagakerjaan, cuma emang belum maksimal dan memang harus dievaluasi, karena implementasinya masih jauh dari harapan,” tambahnya.
Ia menuturkan, saat ini pemda harus benar-benar mempersiapkan sumber daya manusia yang kualitasnya baik, agar mampu bersaing dengan masyarakat luar. “Saya harap sih kedepan Karawang punya balai latihan kerja yang cukup untuk menampung masyarakat melatih skill nya, karena saat ini BLK yang ada dirasa sangat kurang,” tuturnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, hampir semua jenis pekerjaan bisa digantikan oleh robot. Beberapa profesi yang dimaksud, antara lain customer service, teller di bank, telemarketing, dosen, analis saham, ekonom, wartawan, buruh pabrik, dan mekanik. Menurut Bhima, pengusaha hanya perlu menyiapkan software berisi pekerjaan apa saja yang harus dilakukan, dan sejumlah informasi yang perlu diketahui oleh robot. Setelah itu, robot disambungkan dengan software untuk bekerja sesuai kapasitas yang sudah diatur. “Jadi software saja tinggal dimasukkan ke dalam sistem, nanti robot akan bisa berpikir sendiri. Ini seperti membuat kecerdasan buatan,” ungkap Bhima.
Ia mengakui ancaman pengambilalihan jutaan pekerjaan oleh robot bukan omong kosong. Bahkan, ini sudah terjadi di sektor otomotif. “Yang berkaitan dengan pabrik-pabrik, banyak yang mulai otomatisasi bertahap, misalnya robot di sektor otomotif untuk menggantikan mekanik,” terang Bhima.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan robotisasi menjadi ancaman dalam 3-5 tahun ke depan. Menurutnya, akan terjadi PHK 30 persen dari total karyawan yang ada di suatu industri yang sudah memakai robotisasi. Ia mengatakan isu robotisasi akan menjadi agenda perjuangan para buruh tahun-tahun ke depan, selain masalah kesejahteraan dan upah pekerja.
Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri Johnny Darmawan tak memungkiri apa yang menjadi konsen buruh soal robotisasi. Namun, ia menggarisbawahi bahwa industri yang melakukan robotisasi tak seenaknya melakukan PHK, tapi ada kombinasi dengan tenaga manusia. “Mengenai pakai robot sudah lama dimulai tapi setahu saya kalau di otomotif, kita balance di mana robotic dipakai pada proses produksi yang cukup membahayakan atau perlu hasil yang presisi seperti painting kan bahaya buat kesehatan,” katanya.
Ia mengatakan robotisasi sudah terjadi di Indonesia, tapi penerapannya masih mempertimbangkan penggunaan tenaga kerja manusia dengan skema kombinasi. Artinya tak semuanya menyingkirkan tenaga manusia. “Kalau rokok kan sudah lama di mana Sampoerna bikin pabrik rokok putih pakai robot dan masih banyak perusahaan-perusahaan lain yang sudah mengkombinasikan antara robot dengan orang,” katanya.(cr8/psn/jp)