
PURWAKARTA, RAKA – Sistem Penerimaan Murid Baru ( SPMB ) di Kabupaten Purwakarta menjadi sorotan. Proses pelaksanaan SPMB tersebut dinilai belum sepenuhnya bebas dari praktik yang menyimpang, sehingga belum bisa menjamin keadilan dan pemerataan akses Pendidikan bagi masyarakat. Hal tersebut dikatakan oleh Pengamat Kebijakan Publik Purwakarta, Agus Yasin.
Dikatakan Agus Yasin bahwa sejumlah jalur penerimaan dalam SPMB masih dimungkinkan terdapat permainan terselubung, teutama di sekolah-sekolah favorit. Sehingga, cukup menimbulkan kekhawatiran di masyarakat umum.
Baca Juga : 250 Orang Bakal Ikut Kegiatan Ngosrek
“Bentuk penyimpangan yang masih mungkin terjadi, serta potensi permainan terselubung dalam SPMB masih rentan terjadi,” ujarnya, Rabu (2/7).
Agus menuturkan permainan terselubung yang berpotensi terjadi dalam SPMB yakni diantaranya penyelewengan jalur khusus seperti jalur afirmasi, prestasi, atau perpindahan orang tua. Ia meyebut, yang seharusnya berdasarkan kriteria objektif, namun kadang diduga dimanfaatkan secara tidak tepat.
“Praktik semacam itu, kemungkinan diduga pula adanya orang-orang dalam” atau oknum tertentu. Yang turut bermain, termasuk intervensi dengan motif kekuasaan atau imbalan,” ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, rentannya penyalahgunaan kuota domisili, hingga pemalsuan domisili seperti alamat KK untuk mendapatkan akses ke sekolah favorit, masih sering mencuat sebagai isu publik.
Menurut Agus, SPMB tersebut masih minimnya transparansi proses sehingga muncul dugaan pelicin. Jika tidak disertai pengumuman terbuka, pengawasan masyarakat, dan sistem pengaduan yang kuat, proses seleksi menjadi rawan disalahgunakan.
Tonton Juga : NOVEL BASWEDAN, WAKIL KEPALA SATGASSUS
Agus mengatakan, jika merujuk pada informasi yang terserap secara acak, ada yang mengarah kemungkinan itu terjadi. Jika ditelaah secara seksama, terutama pada jalur tertentu yang terkesan tertutup. Ia menyebut, terlepas benar tidaknya, cerminan itu bisa diambil dari bukti sederhana seperti pada jalur KTM, apakah verifikasinya benar-benar akurat tau tidak.
“Sebab temuan yang ada, sekolah tidak melakukan investigasi secara langsung validitasnya. Dan alasannya pasti klasik, tidak cukup waktu, tenaga terbatas serta tidak adanya ketentuan dalam juklak dan juknis,” kata Agus.
Agus mengungkapkan bahwa SPMB perlu dievaluasi secara menyeluruh dan mendasar, baik dari sisi kebijakan, teknis pelaksanaan. Hingga sistem pengawasannya, agar benar-benar berpihak pada prinsip keadilan dan pemerataan akses pendidikan bagi semua anak bangsa. (yat)