
KARAWANG, RADAR KARAWANG – Kabupaten Karawang disebut menjadi daerah industri terbesar di kawasan Asia Tenggara, maka tak heran upah minimumnya pun terus bersaing dengan Bekasi menjadi upah tertinggi se-Indonesia. Namun, ada sisi gelap dari gemerlapnya upah tertinggi tersebut. Rata-rata saa ini status karyawan yang bekerja di pabrik adalah karyawan kontrak, bahkan ada pula yang berstatus magang. Artinya, sewaktu-waktu mereka bisa saja diberhentikan jika kontrak kerjanya selesai. Jika sudah begitu, tak ada lagi upah tinggi karena status mereka adalah pengangguran.
Penggalan lagu berjudul Sarjana Muda karya Iwan Fals pun jadi gambaran keresahan para pencari kerja di Kabupaten Karawang. Apalagi yang berusia lebih dari 25 tahun. Mencari pekerjaan memang bukan perkara mudah. Belum tentu yang memiliki ijazah dengan pendidikan tinggi bisa mendapat pekerjaan yang sesuai. Para penyedia lowongan kerja saat ini juga banyak mempertimbangkan hal-hal, bukan hanya karena nilai di sekolah yang besar tetapi juga skill dan keterampilan. Termasuk umur si pelamar.
Berbicara umur, ini yang jadi persoalan. Para pekerja yang sudah habis kontraknya, akan kesulitan mendapatkan pekerjaan kembali karena faktor usia. Hal inipun dirasakan oleh Budi Badrudin (26) warga Bakankukun, Desa Sindangkarya, Kecamatan Kutawaluya. Setelah habis kontrak, dia kesulitan mendapatkan pekerjaan karena faktor umur. Tiga bulan terakhir, dia sudah melayangkan 50 lamaran kerja ke berbagai perusahaan yang ada di Karawang, belum lagi via email dan pos. Namun hasilnya masih nihil. Rudi menginginkan wadah untuk menaruh lamaran kerja di setiap kecamatan, agar tidak memakan biaya banyak saat menyampaikan lamaran pekerjaan. “Bisa dibayangkan membuat satu lamaran saja bisa menghabiskan biaya tiga puluh ribu, belum lagi ongkos. Jadi sudah berapa duit tuh kalau bikin 50 lamaran,” katanya.
Rudi prihatin kepada Pemerintah Kabupaten Karawang, karena dirinya harus susah payah mencari kesempatan kerja di daerah Karawang. Padahal menurutnya Karawang memiliki tiga kawasan besar seperti KIM, Surya Cipta, KIIC, tetapi sampai sekarang belum sama sekali ada panggilan kerja. Rudi menambahkan, saat dirinya mendatangi salah satu perusahaan untuk menaruh surat lamaran kerja, ada salah satu oknum yang menawarkan pekerjaan, tapi harus bayar. “Miris kalau sudah ada orang masuk kerja bayar, dan itu artinya mereka sudah tidak percaya dengan kehadiran pemerintah,” pungkasnya. ‘
Hal serupa dialami Dadi (26) warga Desa Rengasdengklok Utara, Kecamatan Rengasdengklok. Sejak selesai masa kontrak kerja, dia kesulitan mendapatkan pekerjaan kembali. Persoalannya adalah umur. “Saya habis kontrak umur 25. Sedangkan pabrik membutuhkan pekerja maksimal 24 tahun,” ungkapnya.
Ia berharap peraturan pembatasan umur bisa dihapus, karena nasib pekerja kontrak sepertinya sulit memastikan masa depan. “Kita bisa kapan saja dipecat. Apalagi jika sudah habis waktu kontraknya. Pasti jadi pengangguran,” katanya.
Jika bicara soal hak karyawan kontrak yang diberhentikan, ternyata mereka juga masih bisa dapat pesangon dari perusahaan. Selain karyawan tetap yang mendapatkan pesangon, karyawan PKWT memiliki hak untuk mendapatkan uang kompensasi saat mengalami PHK dari perusahaan sesuai Peraturan Pemerintah.
Aturan mengenai pesangon karyawan diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja. Pada pasal 15 ayat 1 dijelaskan dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT. Kemudian pada ayat tiga dan empat dijelaskan ketentuan penerima uang kompensasi yakni diberikan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus menerus. Apabila PKWT diperpanjang, uang kompensasi diberikan saat selesainya jangka waktu PKWT sebelum perpanjangan dan terhadap jangka waktu perpanjangan PKWT, uang kompensasi berikutnya diberikan setelah perpanjangan jangka waktu PKWT berakhir atau selesai.
Pada pasal 16 dalam PP tersebut juga dijelaskan mengenai ketentuan uang kompensasi yang diberikan yakni:
a. PKWT selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus, diberikan sebesar 1 (satu) bulan Upah;
b. PKWT selama 1 (satu) bulan atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, dihitung secara proporsional dengan perhitungan : (masa kerja/12 bulan) dikali satu bulan upah.
c. PKWT selama lebih dari 12 (dua belas) bulan, dihitung secara proporsional dengan perhitungan: (masa kerja/12 bulan) dikali satu bulan upah.
Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang digunakan sebagai dasar perhitungan pembayaran uang kompensasi terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap. Dalam hal Upah di Perusahaan tidak menggunakan komponen Upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan pembayaran uang kompensasi yaitu Upah tanpa tunjangan. Dalam hal PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan lebih cepat penyelesaiannya dari lamanya waktu yang diperjanjikan dalam PKWT maka uang kompensasi dihitung sampai dengan saat selesainya pekerjaan. (rk)