Petani Kertasari Ngawitan Sebelum Panen
PANGKALAN, RAKA – Istilah “ngawitan” merupakan tradisi yang mengakar dalam kebudayaan masyarakat Sunda yang agraris. Kearifan lokal dengan media sesajen yang biasa dilakoni para petani, itu sebagai simbol syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah.
Petugas Pertanian Lapangan (PPL) Desa Kertasari Surdi mengatakan, tradisi ngawitan bisa dimaknai sebagai sarana terjalinnya interaksi sosial di antara para petani, juga jadi bagian hubungan keselarasan antara petani pemilik lahan dengan alam. “Acara ini sejatinya adalah doa dan ungkapan syukur atas limpahan hasil panen dari Tuhan Yang Maha Kuasa,” katanya, Selasa (26/2).
Dirinya menyebut, tradisi ini sudah turun-temurun yang biasa dilakukan masyarakat setempat sesaat sebelum memanen padi. “Jadi dalam prosesi itu kita ke sawah yang akan mulai dipanen dengan membawa nasi tumpeng, lalapan, ayam bakar, kue-kue dan sesajian lainnya.” katanya.
Markum (63), ketua Adat Masyarakat Tani Kertasari mengatakan, ngawitan merupakan tradisi khas masyarakat desa di wilayah Kecamatan Pangkalan, yang erat kaitannya dengan dunia pertanian. Tradisi ini biasa digelar para petani sebelum kegiatan panen padi di sawah. Kata “Ngawitan” sendiri dari bahasa Sunda yang artinya memulai, dengan kata lain siap memulai memarit padi. Dengan media sesaji yang menjadi sombol syukur, para petani di Kertasari ini menjadi lebih kompak melestarikan tradisi, disamping mempererat tali silahturahmi antarpara petani. “Tradisi ini membuat hubungan antarpetani semakin dekat, karena setelah resmi ngawitan dimulai, mereka makan bersama dan menikmati makanan yang sudah disiapkan,” pungkasnya.(yfn)